pentingnya pemantauan pertumbuhan rutin di PosyanduMataram (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat meluncurkan Program LiLA (Lingkar Lengan Atas) Keluarga dalam upaya mencegah deteksi dini dan rujukan balita wasting (sangat kurus) dan stunting.
Wakil Gubernur NTB, Hj Sitti Rohmi Djalilah mendukung penuh program kegiatan peluncuran LiLA Keluarga sebagai upaya mencegah deteksi dini dan rujukan balita wasting, termasuk juga stunting.
"Kami berharap program ini betul-betul dilaksanakan secara teknis dengan baik di lapangan. Sehingga memberikan multplier efek terhadap permasalahan kesehatan," kata Wagub NTB Sitti Rohmi Djalilah dalam keterangan tertulis diterima wartawan di Mataram, Senin.
Ia menjelaskan Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB memiliki program posyandu keluarga di mana posyandu yang melayani masyarakat dari dusun. Di antaranya Posyandu KIA bagi anak dan ibu hamil, posyandu remaja, hingga lansia. Sehingga posyandu keluarga menjadi pusat edukasi yang berbasis dusun.
"Tidak hanya edukasi masalah kesehatan melainkan posyandu keluarga bisa memberikan edukasi untuk masalah sosial ekonomi, lingkungan dan lain sebagainya tergantung pada permasalahan yang ada pada dusun tersebut," ujarnya.
Baca juga: Kemenkes sebut anak wasting punya risiko tiga kali lipat stunting
Baca juga: Kemenkes: Pandemi COVID-19 jadi tantangan penanggulangan "wasting"
Wagub NTB berharap program ini bisa melibatkan cakupan yang lebih luas untuk menyebarluaskan edukasi kepada masyarakat. Sehingga menjadi sinergi yang baik bagi pemerintah.
"Jadi, edukasi ini bisa disebarluaskan seluas-luasnya sehingga menjadi lebih efektif, efisien dan tepat sasaran," katanya.
Kepala Perwakilan UNICEF NTT dan NTB Yudhistira Yewangoe mengatakan pandemi menyebabkan adanya pembatasan layanan gizi di tingkat fasilitas layanan kesehatan dan juga di posyandu yang terjadi sejak 2020.
Hal itu membawa dampak terhadap rendahnya cakupan layanan posyandu dan skrining wasting pada balita, yang pada akhirnya akan berdampak pada banyaknya anak gizi buruk dan gizi kurang.
Baca juga: Bappenas: Pemerintah terus berkomitmen atasi wasting dan stunting
Wagub NTB berharap program ini bisa melibatkan cakupan yang lebih luas untuk menyebarluaskan edukasi kepada masyarakat. Sehingga menjadi sinergi yang baik bagi pemerintah.
"Jadi, edukasi ini bisa disebarluaskan seluas-luasnya sehingga menjadi lebih efektif, efisien dan tepat sasaran," katanya.
Kepala Perwakilan UNICEF NTT dan NTB Yudhistira Yewangoe mengatakan pandemi menyebabkan adanya pembatasan layanan gizi di tingkat fasilitas layanan kesehatan dan juga di posyandu yang terjadi sejak 2020.
Hal itu membawa dampak terhadap rendahnya cakupan layanan posyandu dan skrining wasting pada balita, yang pada akhirnya akan berdampak pada banyaknya anak gizi buruk dan gizi kurang.
Baca juga: Bappenas: Pemerintah terus berkomitmen atasi wasting dan stunting
Baca juga: Wapres: Investasi di bidang gizi adalah "smart investment"
Salah satu bentuk dukungan UNICEF kepada Kementerian Kesehatan dengan memperkenalkan LiLA Keluarga, di mana keluarga orang tua atau pengasuh diberdayakan untuk mampu melakukan penapisan anak wasting, baik dengan melakukan pengukuran Lingkar Lengan Atas (LiLA) dan juga mengidentifikasi tanda-tanda balita berisiko lainnya.
"Dalam pelaksanaan pendekatan LiLA Keluarga ini, keluarga dibekali pengetahuan dasar terkait wasting, cara mengidentifikasi tanda-tanda wasting dan juga dibekali dengan ketrampilan mengukur LiLA menggunakan pita LiLA berwarna. Keluarga juga akan selalu diingatkan tentang pentingnya pemantauan pertumbuhan rutin di Posyandu," jelasnya.
Sebagai informasi, UNICEF dan Kementerian Kesehatan telah menyetujui untuk melaksanakan LiLA Keluarga lebih luas pada 2022 di tujuh provinsi pendampingan UNICEF di Indonesia, termasuk di NTB. Di NTB, akan difokuskan di Kabupaten Lombok Tengah dan Lombok Utara.
"LiLA Keluarga ini diharapkan dapat meningkatkan deteksi dini, rujukan kasus, dan cakupan balita wasting, khususnya gizi buruk yang mendapatkan perawatan. Dengan demikian, kita dapat mengurangi angka kesakitan dan kematian balita akibat gizi buruk, serta berkontribusi dalam percepatan pencegahan stunting di NTB," katanya.
Baca juga: BKKBN sebut dua juta balita miliki bakat stunting selama pandemi
Salah satu bentuk dukungan UNICEF kepada Kementerian Kesehatan dengan memperkenalkan LiLA Keluarga, di mana keluarga orang tua atau pengasuh diberdayakan untuk mampu melakukan penapisan anak wasting, baik dengan melakukan pengukuran Lingkar Lengan Atas (LiLA) dan juga mengidentifikasi tanda-tanda balita berisiko lainnya.
"Dalam pelaksanaan pendekatan LiLA Keluarga ini, keluarga dibekali pengetahuan dasar terkait wasting, cara mengidentifikasi tanda-tanda wasting dan juga dibekali dengan ketrampilan mengukur LiLA menggunakan pita LiLA berwarna. Keluarga juga akan selalu diingatkan tentang pentingnya pemantauan pertumbuhan rutin di Posyandu," jelasnya.
Sebagai informasi, UNICEF dan Kementerian Kesehatan telah menyetujui untuk melaksanakan LiLA Keluarga lebih luas pada 2022 di tujuh provinsi pendampingan UNICEF di Indonesia, termasuk di NTB. Di NTB, akan difokuskan di Kabupaten Lombok Tengah dan Lombok Utara.
"LiLA Keluarga ini diharapkan dapat meningkatkan deteksi dini, rujukan kasus, dan cakupan balita wasting, khususnya gizi buruk yang mendapatkan perawatan. Dengan demikian, kita dapat mengurangi angka kesakitan dan kematian balita akibat gizi buruk, serta berkontribusi dalam percepatan pencegahan stunting di NTB," katanya.
Baca juga: BKKBN sebut dua juta balita miliki bakat stunting selama pandemi
Baca juga: Pakar: Dua juta anak Indonesia alami berat badan rendah
Pewarta: Nur Imansyah
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2022