"Kami tidak dapat berbuat banyak untuk menyelamatkan pertanian warga. Karena sampai sekarang kami berupaya membenahi tanggul irigasi," kata Sekretaris Desa Pojok, Trimo Widodo, di Tulungagung.
Menurut dia, banjir yang terjadi Selasa (27/1) lalu itu merendam rumah warga. Namun banjir itu kini masih menggenangi areal persawahan di desa itu.
Trimo mengatakan, ada tiga titik lokasi jebolnya tanggul sungai di desa itu sepanjang empat hingga 12 meter.
"Kami cukup kesulitan menutup saluran tersebut dengan `sesek` (anyaman bambu) dan karung plastik berisi pasir. Air sungai saat ini masih deras," katanya mengungkapkan.
Sementara itu, akibat bencana itu, pihaknya memperkirakan kerugian yang diderita petani mencapai Rp45 juta. Dia akan mengajukan permohonan bantuan benih padi kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tulungagung agar petani dapat menanami sawahnya lagi.
"Kami memastikan sebagian besar tanaman petani puso. Apalagi, saat ini umurnya sudah 20 hari, sehingga dengan terendam air bulir padi busuk," katanya.
Sementara itu, Ketua Kelompok Tani Rukun Rahardjo Desa Pojok, Sunarno, mengatakan, dari luas lahan tanaman padi yang sekitar 174 hektere, 42 hektare di antaranya dipastikan gagal panen, sementara sisanya masih terendam banjir.
"Kami hanya berharap, pemerintah memberi kami bantuan bibit padi, agar dapat menanam kembali," katanya.
Ia mengungkapkan, dari luas lahan tersebut setidaknya diperlukan sekitar 2.100 kilogram bibit padi. Itupun hanya untuk luas pertanian yang sudah jelas rusak, 42 hektare. Sementara, jika semua areal sawah rusak, dibutuhkan 8.700 kilogram padi dengan asumsi setiap hektare sawah membutuhkan 50 kilogram bibit padi.
Lebih lanjut, ia juga mengatakan para petani sudah tidak bisa berharap lebih. Selain dipastikan gagal panen, modal yang dikeluarkan juga tidak akan kembali, apalagi mereka baru saja mengeluarkan biaya ekstra untuk pembelian pupuk.
Sedikitnya 20 rumah dan puluhan haktare tanaman padi petani rusak diterjang air dalam banjir tersebut. Banjir serupa juga pernah terjadi bulan November 2008 lalu, yang diakibatkan saluran irigasi jebol setelah tidak mampu menahan air hujan dari Gunung Joko Budek.(*)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009