Jakarta (ANTARA News) - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai pemberantasan korupsi selalu kandas di pengadilan, seperti kasus vonis bebas terhadap tiga mantan Direksi Bank Mandiri, ECW Neloe, I Wayan Pugeg, dan Sholeh Tasripan. "Putusan bebas ini semakin memperkuat julukan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sebagai 'kuburan' bagi upaya pemberantasan korupsi," kata Wakil Koordinator Badan Pekerja ICW, Danang Widoyoko, di Jakarta, Selasa. Danang menilai pertimbangan pembebasan para terdakwa korupsi atas pencairan kredit PT Cipta Graha Nusantara sebesar Rp160 miliar lebih itu, karena tidak ditemukan kerugian negara sangat tidak masuk akal. "Pembebasan itu tidak masuk akal, karena waktu pencairan kredit yang akhirnya bermasalah terjadi pada tahun 2002," katanya. Karena itu, ICW meminta kepada Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial untuk melakukan pemeriksaan terhadap kualitas dan integritas dari majelis hakim dan panitera PN Jakarta Selatan yang memeriksa dan memutus perkara. "KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) kami harapkan segera melakukan supervisi terhadap perkara-perkara korupsi yang diperiksa di PN Jakarta Selatan," katanya. Lebih lanjut, Danang menjelaskan secara umum ICW melihat selama ini yang telah ditunjukkan oleh PN Jakarta Selatan sangat memilukan dan jauh dari harapan semua orang yang menghendaki para koruptor dihukum seberat-beratnya. "Di saat pemerintah bersemangat dalam memberantas korupsi, justru yang dilakukan pengadilan justru sebaliknya, dengan bersemangat membebaskan terdakwa korupsi," katanya. Danang menilai jika tidak ada sinkronisasi antara pemerintah dan institusi pengadilan, maka sampai kapan pun usaha pemberantasan korupsi di Indonesia tetap akan berjalan di tempat, bahkan bisa mundur ke belakang. Dalam catatan ICW tercatat beberapa nama terdakwa yang telah dibebaskan atau dilepaskan bahkan dihentikan oleh hakim PN Jakarta Selatan dalam perkara dugaan korupsi, antara lain Pande Lubis dan Joko S Tjandra (dugaan korupsi Bank Bali). Kemudian Ricardo Gelael dan Tommy Soeharto (dugaan korupsi ruislag Bulog Goro), Nurdin Halid (dugaan korupsi dana bulog oleh DKI), dan Sudjono Timan (dugaan korupsi di BPUI). "Mantan Presiden Soeharto yang diduga melakukan penyimpangan di tujuh yayasan bahkan dihentikan hanya dengan alasan kesehatan," katanya. (*)
Copyright © ANTARA 2006