Abepura (ANTARA News) - Dialog damai untuk menyelesaikan segala persoalan di Papua telah lama disampaikan pengusaha Batik Port Numbay, Jimmy Hendrick Afaar melalui batik Papua karyanya.
"Motif-motif yang dituangkan dalam batik saya, berasal dari beragam budaya masyarakat Papua, baik di pegunungan maupun pesisir dan kota," katanya dalam perbincangan dengan ANTARA di Abepura, Jumat.
Ia menuturkan, motif-motif batiknya terinspirasi peninggalan-peninggalan arkeologi yang ada di daerah Papua, seperti burung cendrawasih, motif kamoro (simbol patung berdiri), motif sentani dan adapula motif yang divariasikan dengan sentuhan garis-garis emas dan dinamakan batik prada.
Bahkan ada pula motif ikan, tempat sirih serta alat musik tifa. "Kami juga menampilkan motif kebudayaan 250 suku yang ada di Papua," ujarnya.
Melalui motif-motif dalam batik karyanya, pria usia 50 tahun tersebut ingin mengingatkan kembali masyarakat dan warga Papua untuk kembali berdialog, bermusyawarah untuk menyelesaikan segala persoalan yang kini berkembang di Papua.
"Perempuan jika sudah memegang tifa, itu artinya perdamaian harus dikedepankan. Dulu jika ada masalah, kita bermusyawarah, berdialog di para-para, bale desa. Bukan angkat senjata," kata Jimmy.
"Maka melalui batik ini, saya ingin mengingatkan, mengimbau mari kita masyarakat dan warga Papua, baik di pesisir maupun pegunungan duduk bersama untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang ada di Papua," tuturnya menambahkan.
Pemerintah menyerukan dialog konstruktif untuk mencari solusi terbaik dan komprehensif atas segala persoalan di Papua.
"Tak ada jalan lain memang, kecuali semua pihak, baik pemerintah maupun komponen warga dan masyarakat di Papua untuk berdialog," ujar Jimmy.
Terkait hal itu, Jimmy pada 1 Desember 2011 berencana menggelar pagelaran Damai Batik Papua di Jayapura.
"Pada tanggal kelahiran Organisasi Papua Merdeka itu, biasa orang takut untuk keluar, suasana tegang. Tetapi saya akan membuat suasana damai melalui pagelaran damai Batik Papua dan terbuka untuk umum," katanya. (T.R018/S023)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011