Kamp Yida, Sudan Selatan (ANTARA News) - Satu kamp pengungsi di negara bagian Unity, Sudan Selatan, Kamis dibom, kata para pejabat Sudan selatan dan saksi mata, mengancam timbul ketegangan dengan Sudan di daerah perbatasan itu.

Taban Deng, gubernur negara bagian Unity, menuduh Sudan melancarkan serangan. "Orang-orang ini (Khartoum) harus ditindak. Mereka harus mematuhi hukum internasional dan peraturan-peraturan," katanya kepada wartawan di Bentiu.

Angkatan bersenjata Sudan membantah mereka melancarkanserangan itu. Dalam satu pernyataan sebelum serangan itu, Presiden Sudan Selatan Salva Kiir meminta Sudan menghentikan invasi Sudan terhadap tetangganya.

PBB mengonfirmasikan serangan di daerah di mana 20.000 pengungsi ditampung setelah melarikan diri dari aksi kekerasan di provinsi-provinsi Kordofan Selatan dan Blue Nile utara perbatasan itu, tempat pemberontak memerangi tentara Sudan sejak Juni.

"Kami dapat mengonfirmasikan paling tidak dua bom dijatuhkan dari pesawat dekat kamp pengungsi Yida, tetapi tidak diketahui berapa jumlah korban," kata juru bicara Sekjen PBB Ban Ki-moon dalam satu pernyataan yang dikirim ke media.

Amerika Serikat mengecam keras serangan-serangan itu dan mendesak kedua pihak memulai kembali perundingan untuk mencegah aksi kekerasan meningkat pada skala konflik penuh.

"Pengeboman-pengemboman provokatif ini akan meningkatkan konfrontasi langsung antara Sudan dan Sudan Selatan. AS menuntut pemerintah Sudan menghentikan segera pengebom-pengeboman," kata Gedung Putih.

Seorang koresponden Reuters mendengar satu ledakan kuat di kamp pengungsi Yida, kemudian melihat satu lobang berdiameter sekitar dua meter, satu bom yang tidak meledak di samping satu gedung sekolah dan sebuah pesawat putih terbang di utara. Para saksi mata mengatakan ada tiga ledakan pada pukul 15:00 waktu setempat (19:00 WIB).

Tidak ada segera laporan tentang korban di kamp yang terletak kurang dari 25km dari perbatasan dengan Sudan.

Pertempuran juga meletus di negara bagian Blue Nile tahun ini. Dua negara bagian itu adalah tempat ribuan petempur yang berpihak pada Sudan Selatan dalam perang sadra tetapi tetapi tinggal di Sudan ketika Sudan Selatan merdeka dari Sudan, kata para pengamat.

Sudan Selatan menjadi satu negara merdeka Juli setelah dalam satu referendum Januari lalu memutuskan merdeka, titik puncak dari perjanjian perdamaian yang mengakhiri puluhan tahun perang antara pemerintah Sudan dan pemberontak Sudan Selatan.

Pekan lalu, Khartoum mengajukan protes keduanya ke Dewan Keamanan PBB, menuduh Sudan Selatan memasok rudal-rudal anti pesawat dan anti-tank, amunisi kepada pemberontak di Kordofan Selatan dan Blue Nile.

Kiir membantah tuduhan-tuduhan itu dalam satu pernyataan Kamis, menyebut itu "tabir asap untuk menutupi kegiatan-kegiatan Khartoum sendiri dalam mendukung kelompok-kelompok pembangkang bersenjata yang melawan Republik Sudan Selatan."

Kedua negara belum mencapai kesepakatan tentang berapa yang harus dibayar negara baru itu untuk menggunakan pipa minyak Sudan dan fasilitas-fasilitas lainnya, yang Sudan Selatan andalkan untuk mengekspor minyak mentah. Mereka juga masih bersengketa mengenai daerah Abey.

Sekitar dua juta orang tewas dalam perang saudara utara-selatan, sejak tahun 1955 menyangkut agama, ideologi, etnik dan minyak, demikian Reuters.

(Uu.H-RN/H-AK)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011