Makasar (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengimbau semua pihak agar betul-betul memperhatikan nasib para nelayan yang kehidupannya sangat terpukul akibat kenaikan harga BBM. Imbauan tersebut disampaikan Presiden di saat meninjau tempat pelelangan ikan "Pautere" di Makasar, Selasa. "Kehidupan nelayan, terutama nelayan tradisional, penuh ketidakpastian, kadang dapat tangkapan banyak, kadang-kadang sepi karena cuaca buruk," kata Presiden yang dalam kunjungan itu didampingi Menteri Kelautan dan Perikanan Fredy Numberi, Menteri Koperasi dan UKM Surya Darma Ali dan Menteri Agama Maftuh Basuni. Pemerintah dan dunia usaha menurut Presiden harus memikirkan kehidupan nelayan agar lebih pasti, dengan memberikan bantuan berbentuk teknologi maupun informasi tentang cuaca serta informasi tentang wilayah yang mengandung banyak ikan. Presiden juga meminta agar pemerintah daerah lebih memperhatikan lingkungan di perkampungan nelayan yang tidak sehat, dengan mendirikan Puskesmas serta sekolah mulai dari tingkat SD hingga SMP. "Tolong juga dipikirkan supaya ikan-ikan tangkapan nelayan itu tidak cepat busuk dengan mendirikan gudang pendingin (cool storage) tanpa menggunakan formalin," katanya. Presiden juga mengharapkan agar nelayan mendapatkan akses yang lebih mudah untuk mendapatkan modal usaha. "Kadang-kadang sulit bagi nelayan untuk mendapatkan modal usaha, tolong gubernur, bupati dan walikota ikut memecahkan masalah ini, yaitu bekerjasama dengan bank untuk mendapatkan modal bagi nelayan," katanya. Mengingat kesulitan yang dihadapi nelayan akibat tingginya harga minyak dunia, Presiden juga mengimbau semua pihak agar melakukan sesuatu untuk membantu mereka, termasuk nelayan yang mengalami kesulitan dalam kehidupan mereka. Salah satu solusi yang ditawarkan Presiden adalah berupa kampanye yang sedang dilakukannya, yaitu agar masyarakat, terutama yang di daerah pesisir, menggiatkan usaha produksi minyak `dara` (VCO - virgin coconut oil) dari minyak kelapa. Minyak dara, menurut Presiden, mempunyai khasiat yang sangat banyak dan dapat diproduksi secara masal serta diekspor dengan harga yang bagus. "Kelapa di Indonesia bisa ditanam di mana saja, terutama di pantai dan garis pantai Indonesia adalah yang terpanjang di dunia. Sayang kalau disia-siakan potensi itu," kata Presiden. Presiden juga mengatakan bahwa ia sudah meminta PT Pindad untuk membuat mesin pengolah kelapa itu menjadi VCO dengan harga yang murah dan dapat dijangkau oleh masyarakat luas. Sebagai pengganti BBM dari fosil, Presiden juga mengharapkan agar dipikirkan untuk mencari sumber alternatif seperti energi biodiesel dari minyak jarak. "Saya mohon semua pihak berinisiatif mulai dari kepala desa, camat, bupati, gubernur sampai presiden untuk memikirkan apa lagi yang bisa dilakukan untuk mengembangkan komunitas agar mempunyai kehidupan yang lebih baik," katanya. Biodiesel dan modal Sementara itu, Menteri Kelautan dan Perikanan Fredy Numberi juga mengatakan bahwa kenaikan BBM benar-benar memukul kehidupan para nelayan karena BBM menempati urutan teratas dari biaya operasi penangkapan ikan. Setelah kenaikan BBM nelayan kemudian kembali didera oleh isu penggunaan formalin dalam produk perikanan. Terkait dengan kebutuhan BBM bagi nelayan tersebut, DKP bekerjasama dengan Menko Perekonomian berencana untuk membangun pabrik biodiesel untuk nelayan di 30 desa di seluruh Indonesia. "17 Pebruari lalu DKP meresmikan pabrik biodiesel biji jarak khusus untuk nelayan di Cilacap, Jawa Tengah, yang akan menjadi model pengembangan ke depan," kata Fredy. Fredy juga mengakui kesulitan yang dialami oleh nelayan untuk mendapatkan akses pinjaman ke bank. Di antara kendala tersebut adalah karena bank keberatan bila nelayan menjaminkan kapal mereka, karena jaminan tersebut bersifat jaminan bergerak dan berisiko tinggi. Sebagai jalan keluar, DKP bekerjasama dengan Perum Pegadaian agar nelayan bisa membuka akses permodalan dengan memberikan kapal mereka sebagai agunan. Dalam kunjungan tersebut, Presiden memberikan bantuan kepada nelayan di wilayah Sulawesi Selatan berupa tiga unit pabrik es mini berkapasitas 10 ton perhari, lima unit kapal ikan, empat unit alat tangkap, 33 motor tempel dan 22 unit rumpon. Untuk wilayah Sulawesi Selatan, DKP mengalokasikan anggaran sebesar Rp160,120 miliar yang berasal dari dana alokasi khusus nonreboisasi, pinjaman dan hibah dari luar negeri. Usai memberikan bantuan, presiden kemudian meninjau dari dekat tempat pelelangan ikan dan kemudian memborong semua ikan hasil tangkapan yang ada di tempat itu untuk. Ikan tersebut kemudian disumbangkan kepada fakir miskin. Presiden dijadwalkan sampai kembali di Kompleks Istana Negara Jakarta pukul 12.45 WIB. (*)

Copyright © ANTARA 2006