Jakarta (ANTARA News) - Pria yang lulus proses penyaringan dan menyumbang ke bank sperma di Swedia memiliki skor lebih bagus dalam hal kepribadian seperti tanggungjawab, percaya diri dan pandai menyesuaikan diri, ketimbang pria-pria lain, demikian hasil sebuah penelitian di Swedia seperti dikutip Reuters.
Swedia adalah negara pertama yang meloloskan hukum "non-anonim" yang memungkinkan anak hasil donor sperma bisa mengontak donotur spermanya.
Inggris, Australia dan sejumlah negara lainnya mensyaratkan persetujuan donor, sementara AS membolehkan donatur sperma itu anonim dan mendapat bayarana, tidak seperti di Swedia di mana pria donor sperma bersifat sukarela.
Hukum non-anonim bisa saja bermasalah bagi kedua belah pihak karena tak seorang pun yang akan siap manakala suatu saat sang anak (hasil donor sperma) mengontak ayah biologisnya," kata Gunilla Sydsjo, ketua penelitian yang juga profesor pada Universitas Linkoping, Swedia.
"Keputusan yang dibuat pada usia 25 mungkin akan menjadi sangat penting bagi seseorang di masa itu, namun itu menciptakan dimensi lain 20 tahun kemudian," tulisnya dalam email ke Reuters Health.
"Dalam penelitian ini kami telah menunjukkan bahwa pria yang menyetujui program itu berada di kisaran karakter normal dan menggambarkan kepribadian yang matang dengan karakter stabil."
Penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal kebidanan dan ginekologi Inggris ini, BJOG, membidik 115 pria yang menyumbangkan sperma di klinik-klinik di Swedia antara 2005 dan 2008. Ini lalu dibandingkan dengan pria-pria seumur mereka yang tak mendonorkan sperma.
Selama penelitian, para donator sperma Swedia ini ditanyai soal prilaku, emosi dan kemampuan sosial mereka.
Pada dua parameter --inisiatif dan kerjasama-- para donator sperma mendapat skor lebih tinggi dibandingan kelompok lain yang tidak mendonorkan sperma. Di dua parameter ini, para donator sperma menunjukkan bahwa mereka hidup berorientasi pada tujuan, memegang prinsip dan bertanggungjawab. Mereka hanya rendah pada satu parameter, yaitu menghindari bahaya.
"Ini menunjukkan bahwa para donotur sperma ini memperlihatkan diri mereka tidak penakut, pasti, percaya diri, dan tidak gampang lelah," tulis para peneliti.
Hasil penelitian itu menunjukkan bahwa para donotur sperma tidak akan dicampakkan anak biologisnya begitu sang anak memutuskan mengontak mereka, kata Robert Oates, Presiden Masyarakat Reproduksi dan Urologi Pria, yang tak ikut dalam penelitian ini.
"Mereka akan bisa mengatasi keadaan ketika di masa mendatang seseorang mendatangi mereka untuk berkata, 'Aku anakmu," tambahnya.
"Saya kira kebanyakan donatur sperma adalah orang-orang baik yang ingin membantu sesamanya."
Dua penelitian terdahulu menunjukkan bahwa bersatunya anak dan ayah hasil donor sperma, seringkali merupakan pengalaman yang positif, tapi itu tidak menjamin bahwa anak hasil donor sperma bersedia menghubungi ayah biologis mereka.(*)
Penerjemah: Jafar M Sidik
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2011