Denpasar (ANTARA) - Satgas Penanganan COVID-19 Provinsi Bali menegaskan bahwa bukan pemerintah provinsi setempat yang memiliki tunggakan terkait penggunaan dana siap pakai (DSP) yang bersumber dari APBN untuk pembiayaan hotel karantina bagi pasien positif COVID-19.

"Selama kurang lebih enam bulan, Satgas COVID-19 Bali memanfaatkan DSP untuk perawatan pasien OTG-GR (orang tanpa gejala-gejala ringan) di sejumlah hotel," kata Sekretaris Satgas Penanganan COVID-19 Provinsi Bali Made Rentin di Denpasar, Sabtu.

Rentin mengemukakan fasilitas DSP untuk karantina pasien positif COVID-19 tersebar di 15 hotel di Bali yang dominan ada di Kota Denpasar, Kabupaten Badung, dan Kabupaten Gianyar.

Satgas Penanganan COVID-19 Provinsi Bali mendapat fasilitas DSP untuk hotel karantina, yang dimulai sejak September 2020 sampai dengan Februari 2021. DSP bersumber dari APBN yang disalurkan melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Baca juga: Capaian vaksinasi bantu beri perlindungan saat pelonggaran aktivitas

Ia mengemukakan, total DSP yang harus dibayarkan ke hotel-hotel karantina di Bali sebesar Rp27,67 miliar lebih, tetapi dana yang baru diterima sebesar Rp24,77 miliar, sehingga masih ada kekurangan (tunggakan) sebesar Rp2,90 miliar.

Terkait proses permohonan DSP, melalui mekanisme pengajuan proposal, dan dilakukan "review" oleh BPKP Perwakilan Provinsi Bali.

Review dilakukan untuk mengkaji kelayakan dan kesesuaian baik harga maupun peruntukan DSP itu. Angka Rp27,67 milyar lebih itu adalah hasil review BPKP Perwakilan Provinsi Bali yang menyatakan layak untuk dibayar dari DSP.

"Perlu ditegaskan bahwa segala kelengkapan administrasi termasuk hasil review BPKP sudah lengkap, untuk dijadikan dasar pembayaran DSP oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)," ujar Kepala Pelaksana BPBD Provinsi Bali itu.

Tetapi sudah satu tahun, tunggakan Rp2,9 miliar lebih belum dibayarkan oleh BNPB. "Info terakhir yang diperoleh dari pejabat BNPB bahwa masih menunggu gelontoran anggaran dari Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan," kata Rentin.

Baca juga: Peneliti: Pemda berperan penting pada literasi vaksinasi bagi pemudik

Selaku Sekretaris Satgas, Rentin mengaku sudah hadir memenuhi undangan Kejaksaan Tinggi Bali pada hari Rabu (13/4) untuk memberikan penjelasan sekaligus klarifikasi terhadap DSP untuk hotel karantina di Bali.

Pertanyaan mendasar yang harus dijawab dalam klarifikasi dengan Kejati Bali itu yaitu apakah DSP digunakan untuk pembelian masker?

"Kami jawab 'tidak' karena DSP hanya untuk pembiayaan hotel karantina saja, sedangkan masker kami terima dalam bentuk barang sedangkan pengadaannya oleh BNPB," ujar Rentin.

Lalu pertanyaan kedua, terkait adanya tunggakan DSP. "Terhadap pertanyaan ini, dapat dijelaskan bahwa tunggakan sebesar Rp2,9 miliar lebih, adanya di BNPB bukan kami di BPBD (Pemprov Bali)," ujarnya.

Ia mengatakan semua proses dan syarat kelengkapan dokumen (terutama review BPKP) sudah final sebagai dasar (acuan) untuk pembayaran DSP oleh BNPB.

Terhadap kondisi ini, Rentin menyatakan pihaknya tidak tinggal diam, namun terus melakukan komunikasi intensif dengan BNPB terutama Deputi Penanganan Darurat yang mengelola DSP, termasuk melayangkan surat resmi yang ditandatangani oleh Gubernur Bali selaku Ketua Satgas.

Baca juga: Satgas siapkan skenario prokes di pusat perbelanjaan jelang lebaran

"Terakhir surat kepada BNPB dikirim awal April 2022 mohon percepatan pembayaran tunggakan DSP untuk hotel karantina," ucapnya.

Menyikapi kondisi ini, Rentin mengimbau kepada semua pihak untuk tetap tenang dan tidak terprovokasi, sambil menunggu proses yang sedang berlangsung di pusat antara BNPB dengan Kementerian Keuangan.

Pewarta: Ni Luh Rhismawati
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2022