Palembang (ANTARA News) - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Selatan secara tegas menolak rencana pembangunan rel kereta api dan dermaga khusus batu bara di daerahnya, karena dinilai akan berdampak merusak lingkungan dan menguras kekayaan energi daerahnya.
Direktur Eksekutif Walhi Sumsel, Anwar Sadat, didampingi Stafnya, Hadi Jatmiko, di Palembang, Jumat, menanggapi hasil pertemuan Komisi AMDAL yang diadakan oleh Badan Lingkungan Hidup (BLH) Sumsel, untuk membahas rencana pembangunan rel KA dan dermaga khusus batu bara di daerah ini.
Pembangunan rel KA itu diprakarsai oleh PT Adani Sumsel yang didirikan pada Oktober 2010, merupakan anak perusahaan PT Adani Global India yang bergerak di bidang usaha dan produksi jasa pertambangan, berupa pengangkutan batu bara.
"Walhi Sumsel menyatakan menolak rencana tersebut, dan mendesak pemerintah segera melakukan upaya untuk menyelamatkan batu bara milik Sumsel, sekaligus berarti menyelamatkan hutan dan rakyat di daerah ini," kata Sadat pula.
Berdasarkan analisis Walhi Sumsel, rencana pembangunan rel KA sepanjang 273 km yang akan digunakan untuk mengangkut batu bara dari Tanjungenim ke Tanjungcarat, Banyuasin yang mayoritas merupakan hasil tambang PT Bukit Asam (PTBA) itu, akan melintasi Kabupaten Muaraenim, Musi Banyuasin dan Banyuasin, diikuti dengan pembangunan dermaga khusus batu bara seluas 107 hektare, berpotensi merusak kawasan hutan produksi dan hutan lindung Air Telang (hutan mangrove) dengan total luas mencapai 709,25 ha.
Hal tersebut artinya akan memperparah kerusakan hutan yang ada di Sumsel saat ini dari 3,7 juta ha luas kawasan hutan tersisa, dengan kondisinya yang masih baik tidak lebih dari 1 juta ha.
Sisanya, menurut Sadat, telah dialihfungsikan menjadi perkebunan kelapa sawit, pertambangan, hutan tanaman industri, illegal logging, dan pembangunan lainnya.
Rencana ini juga akan semakin mempercepat kehilangan kekayaan alam batu bara yang terkandung dalam perut Bumi Sriwijaya, khususnya di kawasan pertambangan batu bara yang ada di Muaraenim dan Lahat, kata dia.
Selama ini produksi rata rata batu bara Sumsel hanya 12 juta ton per tahun, dengan dibangun rel KA dan dermaga khusus batu bara yang ditargetkan selesai pada 2013 nanti, produksi akan ditingkatkan menjadi 50 juta ton per tahun.
Namun menurut Sadat, hasil batu bara itu akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi negara lain, seperti India, Thailand, Singapura, Malaysia dan lainnya.
Padahal kondisi energi di daerah penghasilnya, yaitu Sumsel, justru masih terus mengalami krisis, ujar dia pula.
Sedikitnya ada 600 desa di Sumsel yang sampai saat ini belum menikmati aliran listrik dan dalam kondisi byar pet atau mati-hidup yang terus saja dirasakan oleh masyarakat Sumsel, kata dia.
Dia menilai, kebijakan itu bertentangan dengan amanat UUD 1945 Pasal 33 ayat 3 bahwa "Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat."
Hadi Jatmiko menambahkan, selain itu rencana tersebut juga akan menyebabkan terjadi kerusakan lingkungan hidup di Sumsel secara cepat dan merata, karena setidaknya dalam waktu maksimal 20 tahun seluruh potensi kekayaan alam batu bara Sumsel akan habis terkeruk.
Hasilnya, kata dia, akan menyisakan ratusan bahkan ribuan lubang lubang tambang dan danau-danau beracun yang berada di lahan seluas 66 ribu hektare, khususnya pada area izin usaha pertambangan (IUP) yang dikuasai oleh PTBA, seperti yang terjadi Kalimantan khususnya Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan.
Karena itu, kata dia, Walhi Sumsel secara tegas menolak rencana pembangunan rel KA dan dermaga khusus batu bara dan segala proses yang saat ini sedang dilakukan oleh pihak perusahaan, yaitu pembuatan AMDAL dan pengajuan pinjam pakai kawasan hutan seluas 709,25 ha.
Pemerintah harus segera menghentikan rencana eksploitasi secara besar besaran terhadap kekayaan alam batu bara di Sumsel dengan melakukan pencabutan terhadap izin-izin usaha pertambangan yang saat ini sedikitnya terdapat 278 IUP tersebar di seluruh kabupaten dan kota di Sumsel.
Walhi Sumsel juga mendesak Menteri Kehutanan untuk menolak segala bentuk pengalihfungsian, pinjam pakai dan perubahan status kawasan hutan yang saat ini telah diajukan oleh Pemprov Sumsel dengan alasan untuk kesejahteraan rakyat, karena faktanya tidak ada pengajuan tersebut yang diperuntukkan perbaikan nasib rakyat.
"Semuanya hanya untuk memfasilitasi mayoritas kebutuhan lahan bagi industri pertambangan, perkebunan, infrastruktur jalan, rel KA, dermaga khusus batu bara dan industri kehutanan," ujar Hadi lagi. (B014)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011