Sanaa (ANTARA News) - Utusan PBB untuk Yaman Jamal Benomar kembali ke Sanaa, Kamis, untuk membangkitkan upaya-upaya yang bertujuan mengatasi pergolakan politik yang melanda negara miskin itu selama hampir satu tahun, kata kantor berita Saba.
"Utusan PBB untuk Yaman Jamal Benomar tiba Kamis di Sanaa, dimana ia akan bertemu dengan beberapa pejabat pemerintah dan tokoh oposisi untuk membahas perkembangan terakhir dan cara terbaik mengatasi krisis saat ini," siar Saba, lapor AFP.
Benomar, yang meninggalkan Sanaa pada 3 Oktober setelah kunjungan panjangnya selama dua pekan gagal membujuk kelompok-kelompok yang bertikai di Yaman untuk menyetujui mekanisme pengalihan kekuasaan, mengatakan kepada Saba, "Kunjungan ini bertujuan menindaklanjuti upaya politik untuk membantu Yaman keluar dari krisis saat ini."
"Saya berharap akan ada peluang untuk mengatasi permasalahan utama antara mitra-mitra politik di Yaman," katanya.
Setelah kunjungan terakhir Benomar, Dewan Keamanan PBB mensahkan sebuah resolusi yang mengutuk serangan-serangan mematikan pemerintah terhadap demonstran dan mendukung sebuah rencana sponsoran negara Teluk yang menetapkan Presiden Ali Abdullah Saleh mengakhiri kekuasaannya yang telah berlangsung 33 tahun.
Saleh, yang "menyambut baik" resolusi tersebut, berulang kali memacetkan prakarsa Teluk yang bertujuan mengakhiri protes berbulan-bulan. Menurut rencana itu, ia akan mengundurkan diri 30 hari setelah penandatanganannya, dengan imbalan kekebalan dari tuntutan hukum.
Demonstrasi di Yaman sejak akhir Januari yang menuntut pengunduran diri Saleh telah menewaskan ratusan orang.
Dengan jumlah kematian yang terus meningkat, Saleh, sekutu lama Washington dalam perang melawan Al-Qaida, kehilangan dukungan AS.
Pemerintah AS mengambil bagian dalam upaya-upaya untuk merundingkan pengunduran diri Saleh dan penyerahan kekuasaan sementara, menurut sebuah laporan di New York Times.
Para pejabat AS menganggap posisi Saleh tidak bisa lagi dipertahankan karena protes yang meluas dan ia harus meninggalkan kursi presiden, kata laporan itu.
Meski demikian, Washington memperingatkan bahwa jatuhnya Saleh selaku sekutu utama AS dalam perang melawan Al-Qaida akan menimbulkan "ancaman nyata" bagi AS.
Yaman adalah negara leluhur almarhum pemimpin Al-Qaida Osama bin Laden dan hingga kini masih menghadapi kekerasan separatis di wilayah utara dan selatan.
Yaman Utara dan Yaman Selatan secara resmi bersatu membentuk Republik Yaman pada 1990 namun banyak pihak di wilayah selatan, yang menjadi tempat sebagian besar minyak Yaman, mengatakan bahwa orang utara menggunakan penyatuan itu untuk menguasai sumber-sumber alam dan mendiskriminasi mereka.
Negara-negara Barat, khususnya AS, semakin khawatir atas ancaman ekstrimisme di Yaman, termasuk kegiatan Al-Qaida di Semenanjung Arab (AQAP).
Negara-negara Barat dan Arab Saudi, tetangga Yaman, khawatir negara itu akan gagal dan Al-Qaida memanfaatkan kekacauan yang terjadi untuk memperkuat cengkeraman mereka di negara Arab miskin itu dan mengubahnya menjadi tempat peluncuran untuk serangan-serangan lebih lanjut.
Yaman menjadi sorotan dunia ketika sayap regional Al-Qaida AQAP menyatakan mendalangi serangan bom gagal terhadap pesawat penumpang AS pada Hari Natal.
AQAP menyatakan pada akhir Desember 2009, mereka memberi tersangka warga Nigeria "alat yang secara teknis canggih" dan mengatakan kepada orang-orang AS bahwa serangan lebih lanjut akan dilakukan.
Para analis khawatir bahwa Yaman akan runtuh akibat pemberontakan Syiah di wilayah utara, gerakan separatis di wilayah selatan dan serangan-serangan Al-Qaida. Negara miskin itu berbatasan dengan Arab Saudi, negara pengekspor minyak terbesar dunia.
Selain separatisme, Yaman juga dilanda penculikan warga asing dalam beberapa tahun ini. (M014)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011