Artinya, setiap RUU yang dibahas harus mendapatkan persetujuan bersama antara DPR dan DPD,"
Jakarta (ANTARA News) - Wacana perubahan kelima UUD 1945 yang digagas Dewan Perwakilan Daerah (DPD) harus menjadi isu publik, dengan lebih menyosialisasikan pokok-pokok amendemen kepada masyarakat.

Direktur Utama Perum LKBN ANTARA Ahmad Mukhlis Yusuf dalam seminar tentang "Urgensi Perubahan Kelima UUD 1945", di Jakarta, Rabu, mengatakan, publik perlu diberikan kesempatan untuk menyatakan pendapatnya berupa kritik atau masukan tentang perubahan UUD.

"Bagaimana menjadikan ini bukan hanya isu DPD tetapi isu publik. Caranya, biarkan publik mengkritisi," katanya dalam seminar yang turut dihadiri Ketua Kelompok DPD di MPR, Bambang Soeroso.

Mukhlis Yusuf berpendapat, amendemen kelima UUD 1945 ini perlu mendapatkan dukungan dari berbagai pihak. Untuk menyosialisasikan rancangan perubahan UUD, LKBN ANTARA bersama dengan Kelompok DPD sepakat berkerja sama untuk sosialisasi.

Kesepakatan kerja sama ini tertuang dalam Nota Kesepahaman yang ditandatangani Dirut LKBN ANTARA dan Bambang Soeroso, Rabu.

Kerja sama ini bertujuan untuk optimalisasi komunikasi dan sosialisasi perubahan kelima UUD 1945 yang memperkuat sistem presidensial, lembaga perwakilan, otonomi daerah, dan memperkuat jaminan perlindungan hak asasi manusia, hak-hak sipil, dan warga negara.

Sementara itu, kurun waktu satu dasawarsa dipandang cukup untuk melakukan evaluasi pelaksanaan UUD 1945 setelah perubahan. DPD memandang perlunya perubahan kelima dalam UUD untuk lebih menyempurnakan tatanan yang ada.

Bambang Soeroso menjelaskan, saat ini terdapat 10 pokok usul perubahan kelima dari konstitusi, yakni penguatan sistem presidensial, lembaga perwakilan, dan otonomi daerah, calon presiden perseorangan, pemilahan pemilu nasional dan lokal, forum previlegiatum, optimalisasi peran Mahkamah Konstitusi, penambahan pasal hak asasi manusia dan bab komisi negara, serta penajaman bab tentang pendidikan dan perekonomian.

Dari 10 usul tersebut, Bambang menekankan tiga isu utama yakni penguatan sistem presidensial, lembaga perwakilan, dan penguatan otonomi daerah.

Penguatan lembaga perwakilan ini khususnya berkaitan dengan DPD. Bambang menjelaskan DPD sebagai kamar kedua di lembaga perwakilan harus lebih mampu mengartikulasikan kepentingan daerah pada setiap proses pembuatan keputusan di tingkat nasional, terutama dalam pembuatan undang-undang yang berkaitan langsung dengan kepentingan daerah.

"Artinya, setiap RUU yang dibahas harus mendapatkan persetujuan bersama antara DPR dan DPD," katanya.

Kemudian, sejumlah usul perubahan lain dalam UUD 1945 terkait penguatan lembaga perwakilan ini yakni, MPR terdiri atas DPR dan DPD sebagai lembaga, tidak lagi mewadahi anggota DPR dan DPD. DPR dan/atau DPD dapat mengajukan usul pemakzulan dan perubahan UUD 1945.

"Harapannya DPD menjadi jembatan yang menghubungkan antara daerah dan pusat. Masalahnya, DPD sekarang itu ada tapi tiada karena kewenangan yang diatur di UUD 1945 hampir tidak ada sama sekali," ujarnya menambahkan.
(H017)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2011