karena itu juga persoalan etika dan moral

Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Badan Perfilman Indonesia (BPI) Gunawan Paggaru mengatakan pihaknya akan membentuk Dewan Etik, termasuk kode etik di dalamnya, salah satunya bertujuan untuk menciptakan ruang aman bagi pekerja film.

"Salah satu mandat dari peserta Kongres yang ada di AD/ART BPI itu mengamanatkan kepengurusan periode saya harus membentuk Dewan Etik. Jadi di periode kepengurusan saya nanti ada Dewan Etik yang mengurus hal-hal yang seperti itu (pelecehan seksual) karena itu juga persoalan etika dan moral," kata Gunawan saat dihubungi ANTARA pada Kamis.

Sebagai informasi, Kongres BPI yang diadakan pada Maret telah menetapkan Gunawan Paggaru sebagai Ketua Umum BPI periode 2022 hingga 2026. Kongres juga menetapkan anggota Dewan Pengawas terpilih periode serupa antara lain Agung Sentausa, Putut Widjanarko, Derry Drajat, Gerzon R. Ayawaila, dan Alex Sihar.

Gunawan mengatakan saat ini pihaknya tengah menyusun pembentukan Dewan Etik dan akan menyusun kode etik bersama seluruh pemangku kepentingan yang nantinya ditetapkan oleh pengurus serta Dewan Pengawas BPI.

Kode etik, lanjutnya, akan digunakan sebagai pedoman untuk memutuskan pelanggaran-pelanggaran etika yang terjadi antar-asosiasi profesi film.

Gunawan mengatakan sebetulnya beberapa asosiasi telah memiliki kode etik, namun kode etik tersebut hanya dapat melayani persoalan di internal masing-masing asosiasi.

Di sisi lain para pekerja film selalu bekerja secara lintas-asosiasi sehingga kehadiran kode etik disebut menjadi penting dalam skala BPI yang menaungi sekitar 62 asosiasi film.

"Misalnya asosiasi Karyawan Film dan Televisi (KFT), dia hanya bisa menyelesaikan persoalan internal. Tetapi bagaimana kalau ada pelanggaran etika tentang hubungannya dengan pemain (aktor) yang punya asosiasi sendiri. Nah, ini menjadi hambatan kalau ada pelanggaran etik antar-asosiasi," katanya.

Terkait permasalahan lainnya pada pekerja film, ia mengatakan pihaknya juga tengah mendorong pemerintah agar melahirkan peraturan menteri, khususnya dari Menteri Ketenagakerjaan, yang dapat mengatur hubungan industrial di bidang perfilman mencakup pengaturan jam kerja hingga jaminan sosial.

Melalui peraturan menteri, Gunawan mengatakan hubungan antara pemberi dan penerima kerja di dalam ekosistem industri film Indonesia dapat tercipta secara lebih sehat.

"Sekarang kami sedang giat-giatnya mendorong bagaimana jam kerja itu jangan betul-betul 24 jam. Meskipun di dalam realita pekerjaan film kadang mau tidak mau harus bekerja 24 jam, tetapi itu harus diakumulasi di dalam satu minggu sehingga tetap ada waktu istirahat. Itu yang coba kami dorong," katanya.

Baca juga: Ruang aman & pasar majemuk dinilai masih jadi tantangan industri film

Baca juga: Pengamat: Perempuan di dalam dan di balik film semakin beragam

Baca juga: Industri film Korsel catat lonjakan penjualan di kuartal pertama

Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2022