"Kami minta Pemda NTB untuk tetap fokus pada agenda pembelian saham Newmont divestasi terakhir, dan tidak terpengaruh manufer politik pihak tertentu," kata Basri Mulyani, aktivis Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Nusa Tenggara Barat (NTB) di Mataram, Selasa.
Hal serupa dikemukakan Direktur Semaidea Adhar Hakim, yang menilai proses pembelian saham PT Newmont Nusa Tenggara (PTNNT) hanya akan merugikan daerah NTB jika polemiknya terus berkelanjutan.
LBH dan Semaidea mengkritisi proses pembelian saham divestasi PTNNT itu menyusul langkah-langkah Menteri ESDM yang menyerahkan proses analisa hukum terkait hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas pembelian tujuh persen saham divestasi PTNNT.
Menurut mereka, opini BPK secara tegas menyebutkan bahwa berbagai proses pembelian sisa saham PTNNT oleh PT Pusat Investasi Pemerintah (PIP) menyalahi berbagai prosedur hukum/aturan perundang-undangan.
BPK berpendapat pembelian saham tersebut merupakan bentuk penyertaan modal negara sehingga harus mendapatkan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Dasarnya antara lain Undang Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas.
"Hal itu diperkuat lagi dengan dua surat unsur pimpinan DPR RI yang meminta pemerintah pusat mematuhi hasil audit BPK. Namun ternyata hingga saat ini proses pembelian sisa saham divestasi PT NNT itu justru diperpanjang (amandemen)," ujar Basri.
Dengan amendemen itu, PIP dan Nusa Tenggara Partnership BV sepakat untuk memperpanjang jangka waktu pemenuhan syarat efektif perjanjian jual beli tersebut hingga 6 Mei 2012 untuk memberikan waktu kepada kedua belah pihak memenuhi syarat tersebut.
Karena itu, LBH NTB dan Semaidea mendorong Pemda NTB untuk tetap fokus mengupayakan pembelian saham divestasi itu, demi peningkatan kesejahteraan masyarakat, terutama di sekitar lingkar tambang.
Seperti diketahui, pada 6 Mei 2011, Kementerian Keuangan melalui PIP melakukan proses pembelian tujuh persen saham divestasi PTNNT dengan nilai 246,8 juta dolar AS. Semula harga tujuh persen saham divestasi itu sebesar 271 juta dolar AS, namun akhirnya pemerintah mendapatkan potongan harga menjadi 246,8 juta juta dolar AS.
Namun, proses pembelian saham divestasi terakhir itu kembali berpolemik setelah BPK menyampaikan laporan hasil pemeriksaan proses pembelian saham itu kepada DPR, pertengahan Oktober 2011.
Sesuai kontrak karya, PTNNT berkewajiban mendivestasikan 51 persen sahamnya kepada pihak nasional yakni pemerintah pusat, pemerintah daerah, maupun perusahaan nasional.
Kini, komposisi kepemilikan saham PTNNT yakni 24 persen milik Pemda NTB beserta investor mitranya yakni PT Multicapital (anak usaha PT Bumi Resources Tbk) yang nilainya mencapai 867,23 juta dolar AS atau setara dengan sekitar Rp8,6 triliun.
Pemerintah Provinsi NTB dan Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat serta Sumbawa membentuk PT Daerah Maju Bersaing (DMB) yang kemudian bermitra dengan PT Multicapital (anak usaha PT Bumi Resources Tbk) untuk mengakuisisi saham Newmont jatah divestasi itu.
Tujuh persen lainnya masih diperebutkan pemerintah pusat dan daerah, dan PT Pukuafu Indah yang semula menguasai 20 persen saham PTNNT kemudian menjual sebanyak 2,2 persen sahamnya kepada PT Indonesia Masbaga Investama (IMI) sehingga kini PT Pukuafu Indah hanya menguasai 17,8 persen.
Sedangkan saham yang dimiliki Nusa Tenggara Partnership, tinggal 49 persen dari semula 80 persen yang terdiri dari 45 persen saham milik Newmont Indonesia Limited (NIL) dan 35 persen milik Nusa Tenggara Mining Corporation (NTMC) Sumitomo. (ANT)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011