Jakarta (ANTARA) - Di momen perayaan Hari Kartini yang jatuh di hari ini, Desainer Musa Widyatmodjo menjelaskan bahwa nilai emansipasi wanita yang diperjuangkan oleh Ibu Kartini tak sama dengan tren fesyen saat ini.

Saat ini, tren berpakaian genderless fashion telah banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia. Tren tersebut adalah ketika suatu produk fesyen tak lagi hanya terfokus ke gender tertentu. Namun menurut Musa, tren tersebut harus dibedakan dengan gerakan kesetaraan gender atau emansipasi wanita yang telah diperjuangkan oleh Ibu Kartini.

"Harus dibedakan ya. Kita nggak bisa menggabung-gabungkan antara misalnya feminisme, kemudian gerakan kesetaraan gender, kemudian fesyen, itu mesti dipisahkan," kata Musa saat dihubungi ANTARA, Rabu.

Lebih lanjut Musa menjelaskan, jika berbicara mengenai fesyen ala Kartini maka akan berkenaan dengan kebaya dan kain panjang. Akan tetapi jika berbicara tentang semangat yang dimiliki oleh Ibu Kartini, maka hal tersebut berkenaan dengan emansipasi yang telah diperjuangkan.

Sehingga menurut Musa, kedua hal tersebut adalah nilai yang berbeda dan tidak bisa disatukan.

"Jadi nggak bisa digeneralisasi, dijadikan satu. Karena intinya adalah kalau kita bicara tentang Kartini itu adalah kebaya. Kalau berbicara tentang fesyen, kebaya dan kain panjang," ujar Musa.

"Tapi Kartini itu kalau berbicara tentang spirit, itu berbicara tentang kebebasan berperilaku, berpendapat, memperoleh pendidikan dan lain sebagainya yang harus setara atau sama dengan pria," tutupnya.


Baca juga: Perbedaan "genderless fashion" dan "androgynous fashion" menurut pakar

Baca juga: Di Hari Kartini, Burberry sajikan kekuatan adaptasi perempuan

Baca juga: Buruh gendong Beringharjo, sehari mencicipi arena "catwalk"

Pewarta: Lifia Mawaddah Putri
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2022