"Tidak apa-apa, tetapi harus dijaga supaya tidak menjadi terlalu tinggi dan kemudian malah menjadi bumerang bagi pertumbuhan ekonomi kita," tegas Suahasil dalam Rapat Koordinasi Pembangunan Pusat (Rakorbangpus) 2022 di Jakarta, Kamis.
Adapun pada tahun depan, pertumbuhan ekonomi ditargetkan berada di antara 5,3 persen sampai 5,9 persen.
Ia menjelaskan pemulihan ekonomi di Indonesia saat ini terus berlanjut, namun masih terdapat dampak luka atau scarring effect dari pandemi COVID-19 yang menyebabkan dunia usaha masih membutuhkan waktu untuk menyiapkan kapasitas produksi kembali seperti sebelum pandemi.
Baca juga: G20 berharap Presidensi RI lahirkan solusi atas konflik Ukraina
Scaring effect ini menyebabkan peningkatan inflasi yang harus ditangani agar naiknya harga tidak menjadi terlalu tinggi dan pemulihan ekonomi tidak terhambat.
"Di tengah-tengah apa yang sedang kita waspadai dalam pemulihan ekonomi tersebut, tiba-tiba terjadi geopolitik Rusia dan Ukraina," ujarnya.
Dengan kondisi tersebut, Suahasil menyebutkan harga berbagai komoditas global pun naik luar biasa seperti gas alam, batu bara, minyak mentah, hingga minyak kelapa sawit (CPO) dan memiliki dampak ke dalam negeri.
Kenaikan harga CPO dunia pun meningkatkan harga minyak goreng di Indonesia, sehingga Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) harus menjadi shock absorber.
Baca juga: Perang Rusia di Ukraina dituding naikkan kerawanan pangan global
Ia membeberkan selain di Indonesia, inflasi juga sudah meningkat bahkan lebih tinggi di Eropa, Amerika Serikat, Jerman, dan Inggris.
"Meski inflasi di Indonesia sudah meningkat dibandingkan dengan tahun 2020, kami bersyukur selama beberapa bulan terakhir indikator pembangunan kita masih sesuai jalur seperti indeks belanja, PMI manufaktur, pertumbuhan konsumsi listrik, dan lain-lain," tutur Suahasil.
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2022