Lima gunungan yang terdiri atas gunungan kakung, putri, gepak, pawuhan, dan darat itu diarak dengan diiringi 10 bregada prajurit Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Setelah sampai di pelataran masjid, gunungan kemudian didoakan dan diperebutkan ratusan warga.
Penghulu Keraton Kawedanan Kulon KRT Akhmad Muchsin Kamaludiningrat mengatakan, prosesi Grebeg Besar dilaksanakan dalam rangka Idul Adha sebagai wujud budaya kreasi keraton untuk mengekspresikan syukur.
"Grebeg merupakan simbol ajaran Islam berupa shadaqah. Dalam grebeg itu diarak gunungan yang berisi berbagai hasil tanaman dan makanan. Gunungan itu merupakan wujud niat Sultan untuk memberi shadaqah pada rakyat," katanya.
Menurut dia, gunungan diperebutkan sebagai simbol kebersamaan, rasa syukur, dan kesenangan bersama. Inti dari lima gunungan yang diarak adalah gunungan kakung, yang merupakan ikon Grebeg Besar.
"Gunungan kakung merupakan simbol kekuatan inti. Gunungan itu merupakan yang paling besar dan utama sebagai wujud tauhid atau Ketuhanan Yang Maha Esa," katanya.
Ia mengatakan, sebelum Grebeg Besar dimulai ada utusan Sultan yang diminta untuk menyerahkan hewan kurban berupa seekor sapi kepada penghulu. Setelah prosesi grebeg selesai, hewan kurban itu kemudian disembelih untuk diberikan kepada abdi dalem.
"Hal itu juga merupakan simbol bahwa Sultan tidak hanya ingin menyejahterakan rakyatnya tetapi juga para abdi dalem," kata Muchsin.
(L.B015*H010)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011