... Warisan tertua dari Yunani (demokrasi) telah menyebabkan kegagalan negara itu...
Jakarta (ANTARA News) - Bagaimana kehidupan 10 rumah tangga di China dipengaruhi debat politik dua partai di Athena —yang berjarak 7.629 kilometer atau sembilan kali jarak Jakarta-Surabaya— tentang perlu tidaknya menerima dana talangan IMF?
Beberapa hari lalu (2/11) Reuters melaporkan, perusahaan Dongguan Jincai Real Co di China memecat 10 pekerjanya karena perusahaan yang mengekspor telepon genggam dan aksesoris komputer tersebut kehilangan pasar di Eropa.
Ekonomi China sangat bergantung dari ekspor, yang pada 2010 memberi kontribusi 61 persen dari total produk domestik bruto (PDB). Bandingkan dengan konsumen dalam negeri di Amerika Serikat yang menyumbang 70 persen PDB pada periode sama.
Ke Eropa yang kini tengah krisis sangat serius, nilai ekspor China dengan penduduk 1,3 miliar jiwa itu mencapai 236,28 miliar dolar AS pada 2010. Jumlah yang sangat fantastis!
Ekspor China sejak krisis zona Eropa terjadi --pasar terbesar mereka-- menurun 19,4 persen. Menurut situs The Guardian, China bisa kehilangan pasarnya secara habis-habisan jika Yunani gagal bayar hutang, yang berimplikasi pada kejatuhan ekonomi seluruh negara bermata uang Euro.
Mungkin itu sebabnya editorial kantor berita China, Xinhua (2/11), menulis, pemimpin Uni Eropa harus meyakinkan pemerintah Yunani untuk menerima proposal penyelamatan dari Eropa.
Beberapa waktu lalu partai-partai besar di Yunani tidak menemukan kata sepakat untuk menerima proposal bantuan itu.
Proposal penyelamatan sejumlah hingga satu triliun euro, ditolak Partai oposisi, New Democracy, karena syarat-syarat yang mustahil diterima, di antaranya privatisasi dan pengurangan pengeluaran publik, juga subsidi.
Perdebatan ini kemudian membuat mantan Perdana Menteri George Papandreou dari Partai Pasok yang mengundurkan diri, Senin waktu setempat, mengusulkan referendum untuk memutuskan apakah Yunani akan menerima proposal bantuan atau tidak.
China melalui majalah The Global Times yang dimiliki pemerintah kemudian merespon keputusan referendum itu dengan menulis, "Warisan tertua dari Yunani (demokrasi) telah menyebabkan kegagalan negara itu."
Rakyat biasa menurut The Global Times lebih mementingkan pemenuhan kebutuhan sementara mereka dibandingkan prospek jangka panjang kepentingan negara.
Referendum akhirnya dibatalkan. Papandreou mengundurkan diri untuk membentuk kabinet persatuan nasional karena IMF dan Uni Eropa lagi-lagi memberi syarat lain berupa konsensus politik.
Sementara China, yang memiliki cadangan devisa senilai 3,2 triliun dolar Amerika Serikat, diminta Uni Eropa memberi bantuan senilai 50-100 miliar dolar AS untuk melengkapi paket 1 triliun euro yang dibutuhkan Yunani.
Belum ada tanggapan dari China soal permohonan ini. Sebagai upaya sementara memacu pertumbuhan ekonomi dalam negerinya di tengah krisis Eropa, majalah Times menyebut, pemerintah China menginstruksikan bank sentral negara itu membiayai proyek infrastruktur dan perumahan dalam skala besar.
Namun menurut pakar ekonomi dari Universitas New York, Roubini, usaha China ini hanya akan berdampak sementara karena dia memperkirakan pada 2013, pertumbuhan ekonomi China hanya akan mencapai angka lima persen.
Angka lima persen tidak cukup karena untuk membuat angka pengangguran tidak meningkat, China membutuhkan setidaknya delapan persen pertumbuhan ekonomi setiap tahun. Jika krisis Eropa tidak segera selesai dan ekonomi China tetap bergantung pada ekspor, bukan tidak mungkin akan lebih banyak pekerja negeri tirai bambu yang kehilangan mata pencahariannya.
Mungkin krisis Eropa telah membuktikan tesis Anthony Giddens tentang bagaimana suatu debat politik di Atena membuat satu keluarga di China kekurangan bahan makanan. lintang
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2011