New York (ANTARA) - Nilai tukar yen Jepang naik dari level terendah dua dekade pada akhir perdagangan Rabu (Kamis pagi WIB), setelah bank sentral Jepang (BOJ) melangkah ke pasar lagi untuk mempertahankan kebijakan suku bunga sangat rendah, kontras dengan pengetatan agresif Federal Reserve.

Meningkatnya kegugupan seputar intervensi verbal dan spekulasi yang berkembang seputar pertemuan bilateral yang akan datang antara Menteri Keuangan AS Yellen dan mitranya dari Jepang juga mendorong para pedagang untuk mengurangi spekulasi jual pada yen.

Dolar AS mencapai 129,43 yen pada Rabu (20/4/2022) untuk pertama kalinya sejak April 2002 di awal sesi, sebelum turun menjadi 127,79 yen, turun 0,8 persen.

"Banyak yang melihat 130 sebagai level kunci, tetapi kami melihat 135+ sebagai garis yang lebih tangguh," tulis Mazen Issa, ahli strategi valas senior di TD Securities dalam sebuah catatan penelitian.

"Kenaikan ini mematahkan garis tren multi-dekade pasca-Plaza Accord, yang membuat ordinat dolar/yen lebih tinggi dan mengekspos potensi kenaikan ke 150," tambahnya, mengacu pada perjanjian multi-negara sebelumnya di antara negara-negara maju untuk melakukan depresiasi dolar terhadap mata uang masing-masing.

BOJ kembali menawarkan untuk membeli obligasi pemerintah Jepang dalam jumlah tidak terbatas untuk mengendalikan kenaikan imbal hasil obligasi Jepang 10-tahun, yang bertentangan dengan batas toleransi 0,25 persen.

"Kecuali The Fed mengabaikan kenaikan atau BOJ tidak mungkin mengadopsinya, dolar/yen akan berada di beck and call dari suku bunga Fed, yang kemungkinan tetap terlalu rendah dan tidak akan ditetapkan sampai memasuki siklus pengetatan," kata Issa.

Pedagang juga mengatakan jatuhnya dolar terhadap yen juga bertepatan dengan penurunan imbal hasil obligasi pemerintah AS. Setelah mencapai puncak tiga tahun di awal sesi hanya sedikit di bawah 3,0 persen, imbal hasil obligasi AS 10-tahun turun hampir tujuh basis poin menjadi 2,8455 persen.

"Imbal hasil AS mundur dan itu memberi alasan bagi dolar/yen untuk turun dari level tertinggi," kata Erik Bregar, direktur, manajemen risiko valas & logam mulia di Silver Gold Bull di Toronto. "Itu juga memberi alasan bagi euro/dolar untuk melambung karena itu juga sensitif terhadap imbal hasil."

Namun, posisi dalam derivatif dan mata uang berjangka menunjukkan pelemahan yen memiliki lebih banyak ruang untuk berjalan.

Sebaliknya, imbal hasil obligasi pemerintah AS 10-tahun sebelumnya telah naik ke tertinggi tiga tahun sementara imbal hasil obligasi yang disesuaikan dengan inflasi mencapai wilayah positif untuk pertama kalinya sejak Maret 2020, karena komentar hawkish oleh pembuat kebijakan memperkuat ekspektasi kenaikan suku bunga AS yang besar dan kuat.

Di tempat lain, euro adalah pemenang besar lainnya setelah media melaporkan bahwa beberapa pembuat kebijakan ECB memperkirakan kenaikan suku bunga pertama pada awal Juli. Mata uang tunggal terakhir naik 0,5 persen pada 1,0839 dolar.

Indeks dolar, yang mengukur mata uang AS terhadap enam mata uang utama lainnya termasuk yen, menyamai tertinggi Selasa (19/4/2022) di 101,03 - level yang tidak terlihat sejak Maret 2020 - sebelum tergelincir ke 100,36, turun 0,6 persen pada hari itu.

Indeks volatilitas pasar mata uang menguat di atas 8,0 persen, tetapi masih jauh di bawah level tertinggi 2022 sebesar 10 persen yang dicapai pada Maret.

Baca juga: Dolar naik ke puncak 2 dekade atas yen, BOJ pertahankan bunga rendah
Baca juga: Saham Asia sebagian besar ditutup menguat, yen naik terhadap dolar
Baca juga: Dolar meroket ke puncak 20 tahun vs yen, karena beda kebijakan Fed-BOJ

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2022