Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mencabut izin operasi 28 pelaksana penempatan tenaga kerja Indonesia swasta (PPTKIS) yang melakukan pelanggaran berat dan tidak bisa ditolerir lagi setelah dilakukan evaluasi menyeluruh dalam dua tahun terakhir.
"Evaluasi, pemetaan dan pencabutan izin ini merupakan komitmen pemerintah untuk melakukan pembenahan sistem perlindungan dan penempatan TKI ke luar negeri, khususnya di sektor pembinaan dan peningkatan kinerja PPTKIS," kata Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar dalam keterangan persnya di Jakarta, Minggu.
Ia menjelaskan, pencabutan izin itu dilakukan setelah pihaknya melakukan evaluasi menyeluruh terhadap 387 PPTKIS yang izin operasinya habis pada 2011.
Kemenakertrans juga melakukan penilaian dan pemetaan terhadap seluruh PPTKIS di Indonesia yang jumlahnya mencapai 565 PPTKIS oleh tim independen yang dijadwalkan dapat diselesaikan dalam beberapa minggu ke depan.
"Semoga awal bulan depan hasil penilaian, pemetaan dan evaluasi menyeluruh terhadap 565 PPTKIS telah selesai dilakukan. Nantinya akan diketahui PPTKIS yang bakal dicabut izinnya, PPTKIS yang masih bisa dibina dan dibenahi atau PPTKIS yang harus dimerger untuk menghasilkan kinerja yang baik," kata Muhaimin.
Hasil evaluasi dan pemetaan itu disebut Menakertrans akan menjadi pijakan dasar dalam pembenahan kelembagaan untuk menghasilkan PPTKIS yang berkinerja baik dan profesional.
"Dalam dua tahun terakhir ini Kemenakertrans telah melakukan pembinaan dan evaluasi terhadap PPTKIS. Sudah saatnya Pemerintah melakukan tindakan tegas kepada PPTKIS yang melakukan pelanggaran berat dan merugikan para calon TKI yang hendak bekerja ke luar negeri," kata Muhaimin.
Pada umumnya pelanggaran yang dilakukan PPTKIS adalah melakukan pengiriman TKI ke negara penempatan yang statusnya masih moratorium seperti Arab Saudi, Malaysia, Kuwait, Yordania dan Suriah.
Selain itu, pelanggaran lain yang dilakukan PPTKIS yang dicabut izinnya itu adalah melakukan penyekapan calon TKI di lokasi penampungan TKI berbulan-bulan tanpa ada kepastian pemberangkatan serta memiliki sarana dan prasarana penampungan TKI yang tidak layak misalnya tempat tidur dan kamar mandi yang tidak memadai.
Pelanggaran lainnya adalah pemalsuan sertifikat pelatihan TKI dimana sesuai peraturan yang ada, TKI yang akan berangkat ke luar negeri harus mengikuti pendidikan dan pelatihan selama 200 jam namun banyak yang tidak mencapai 200 jam.
"Disamping itu mereka sering melakukan pemalsuan umur calon TKI, hasil rekam medis, dan kelengkapan dokumen diri lainnya yang tidak sesuai dengan data asli dan nyata dari TKI tersebut," kata Muhaimin.
Kedepannya, Muhaimin mengatakan pihak Kemenakertrans akan membuat klasifikasi dalam pemetaan terhadap status dan kualitas PPTKIS.
"Klasifikasinya mirip dengan perguruan tinggi adakan klasifikasi A,B, dan C. Misalnya Kalau masuk klasifikasi A berarti PPTKIS itu sudah bagus dan lebih memberi perhatian kepada TKI. Sehingga kita akan memiliki PPTKIS yang benar-benar profesional," katanya.
Sedangkan klasifikasi B masih harus diperbaiki dan dibenahi proses pelayanan penempatan TKI dan klasifikasi C merupakan kumpulan PPTKIS yang mendapat perhatian khusus karena kualitasnya kurang baik dan selanjutnya dapat dicabut ijinnya atau dimerger dengan PPTKIS lainnya.
(T.A043/M026)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011