Bogor (ANTARA News) - Tim mahasiswa Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB, melakukan penelitian tentang potensi lumut sebagai zat antimikroba karena belum optimal dalam bidang pengobatan sementara potensi dan keragamannya tinggi.

Keterangan Humas IPB di Bogor, Sabtu, menyebutkan, tim yang diketuai I Made Pradipta Krisnayana itu melakukan penelitian melalui ajang program kreativitas mahasiswa.

Anggota tim peneliti di bawah bimbingan dosen Departemen Biologi FMIPA IPB Dr Triadiatiitu adalah Ivan Permana Putra, Anggianing Tyas Rahayu, Marinda Sari Sofiyana, dan Fitria Dewi.

Menurut I Made Pradipta Krisnayana, penelitian itu didasari oleh adanya potensi pemanfaatan lumut yang belum optimal, khususnya dalam bidang pengobatan, serta adanya kelimpahan dan keragaman yang tinggi pada lumut di Indonesia.

Timnya mengambil sampel lumut di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) Jawa Barat untuk kemudian dikoleksi, dan selanjutnya berbagai jenis lumut diidentifikasi di Laboratorium Taksonomi Tumbuhan Departemen Biologi, FMIPA, IPB

Ia menjelaskan, dalam penelitian itu diketahui lumut mengandung senyawa penting antara lain oligosakarida, polisakarida, gula alkohol, asam amino, asam lemak, senyawa alifatik, phenylquinones, zat aromatik dan fenolik, serta masih banyak penelitian yang masih menghubungkan kandungan senyawa lumut dengan bidang medis.

Selain itu, katanya, juga diketahui bahwa sebagian besar jenis lumut yang berhasil diambil di Taman Nasional Gunung Halimun Salak memiliki kandungan yang dapat mengganggu pertumbuhan atau bahkan mematikan bakteri dengan cara mengganggu metabolisme mikroba yang merugi (senyawa aktif antimikrob).

Di antara jenis lumut yang memiliki potensi antimikroba adalah Jungermania. tetragona, Leucobryum javense, Vesicularia reticulata, Pogonatum flexicaule, Heteroscyphus succulentus, Aneura pinguis, Marchantiapolymorpha, dan Leucobryum trichodes.

Ia menjelaskan bahwa ekstrak lumut dengan pelarut air memberikan hasil aktivitas antimikroba terbaik dibandingkan pelarut n-heksana dan metanol.

Selain itu I Made Pradipta Krisnayana dan tim menemukan sebanyak 18 lumut yang mampu menghambat bakteri Gram positif, Gram negatif, maupun keduanya, seperti Atrichum, Dicranum, Mnium, Polytrichum, danSphagnum.

Adanya aktivitas antibakteri yang cukup tinggi ditemukan pada Barbula sp, pada lumut hati Pallavicinia dan Reboulia, dan pada Porella (1983).

Menurut dia, Ichikawa (1982) menemukan adanya aktivitas antimikroba di hampir semua lumut yang diuji.

Adanya tiga senyawa prenyl bibenzyls dari Radula spp. menunjukkan bahwa senyawa bibenzyls dapat menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus.

Spesies lumut lainnya seperti Anomodon rostratus, Plagiomnium cuspidatum, dan Orthotrichum rupestre menghasilkan zat-zat yang mampu menghambat bakteridan jamur (McCleary et al. 1960).

Beberapa jenis lumut juga ditemukan memiliki berbagai aktivitas penghambatan terhadap beberapa substansi, seperti Plagiochasma, Marchantia tosana japonica yang menunjukkan aktivitas antitumor, antifungal, antimikrob, penghambatan superoksida, penghambatan aktivitas trombin, dan relaksasi otot.

Bakteri uji yang digunakan dalam penelitian ini merupakan bakteri yang umum digunakan untuk studi klinis.

Pada bakteri ini juga digunakan sebagai indikator kandungan antibiotik yang terdapat dalam ekstrak yang digunakan.

Bakteri yang digunakan pada uji ini adalah Eschericia coli yang mewakili bakteri Gram negatif, dan Bacillus subtilis yang mewakili bakteri Gram positif.

Untuk menambah kekayaan dunia medis diperlukan penelitian lanjutan perlu dilakukan uji toksisitas pada ekstrak lumut sebelum diaplikasikan sebagai zat antimikroba.

Bila berhasil dilakukan identifikasi dan pemurnian jenis senyawa aktif dari ekstrak lumut dari hasil penelitian ini, maka berpeluang untuk diajukan hak patennya, demikian I Made Pradipta Krisnayana.
(ANT-053/M027)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011