Jakarta (ANTARA) - Direktur Indonesia Cyber Education (ICE) Institute Prof Paulina Pannen mengatakan pembelajaran campuran atau blended learning akan diterapkan perguruan tinggi setelah pandemi COVID-19.
“Kita tidak akan balik lagi pada masa sebelum pandemi COVID-19, yang mana seluruh pembelajaran dilakukan secara tatap muka. Akan tetapi pembelajaran yang diterapkan setelah pandemi adalah blended learning,” ujar Paulina di Jakarta, Rabu.
Hal itu disampaikan Paulina dalam webinar ICE Institute dan Coursera “Post- Pandemic Education”. Dia menambahkan metode pembelajaran jarak jauh, telah menyelamatkan pendidikan di dunia selama masa pandemi. Pembelajaran jarak jauh tersebut akan terus berkembang di perguruan tinggi di Tanah Air.
“Kami sangat senang dapat berkolaborasi dengan banyak pihak seperti Coursera, yang dapat memberikan kursus daring yang berkualitas bagi kampus. Melalui kerja sama dengan banyak pihak ini, bisa memperluas praktik baik pembelajaran di perguruan tinggi,” tambah dia.
Baca juga: Usai Lebaran, belajar tatap muka di Mataram-NTB bersifat non-formal
Global Head of Coursera for Campus, Scott Shireman, mengatakan disrupsi dan juga pandemi COVID-19 telah membuat perguruan tinggi melakukan transformasi pada pembelajaran. Laporan forum ekonomi dunia menyebutkan sebanyak 85 juta pekerjaan akan digantikan pada 2025.
“Kemudian sekitar 40 persen keterampilan inti pekerja akan berubah pada 2024 dan sebanyak 44 persen pekerja akan bekerja dari jarak jauh. Sementara di Amerika Serikat sendiri diperkirakan sebanyak 91 persen dari bisnis akan beralih ke digital,” terang Shireman.
Ke depan, diperkirakan para pekerja akan fokus pada peningkatan keterampilan dibandingkan gelar. Para pekerja lebih memilih kursus singkat yang bersertifikasi dibandingkan meraih gelar.
Oleh karenanya, pendidikan tinggi harus beradaptasi dengan dunia digital tersebut. Salah satu caranya adalah menumbuhkan pembelajaran campuran yang dilakukan dengan meningkatkan partisipasi dan kolaborasi pembelajar.
“Kemudian perguruan tinggi harus memprioritaskan kemampuan dari mahasiswa. Ini juga memungkinkan mahasiswa untuk mendapatkan sertifikasi internasional maupun akreditasi profesional,” terang Shireman.
Kemudian, perguruan tinggi harus dapat beradaptasi dengan meningkatkan keterjangkauan. Selanjutnya, perguruan tinggi harus mendukung para dosen dan tenaga kependidikan untuk meningkatkan kapasitasnya. Misalnya dengan dengan mendapatkan pengetahuan industri terbaru yang membantu mereka memberikan pembelajaran yang relevan dengan dunia usaha dan dunia industri.***3***
Baca juga: Hikmah di balik pandemi COVID-19 bagi pemangku kepentingan pendidikan
Pewarta: Indriani
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2022