Nusa Dua (ANTARA News) - Indonesia dapat menjadi model negara demokrasi karena mampu menjalankan proses pemerintahan yang aman dan berkembang baik walaupun presiden dengan para kepala daerahnya berasal dari partai yang berbeda.
"Kami kagum dengan demokrasi yang dikembangkan di Indonesia," kata Ketua Council of Asian Liberals and Democrats (CALD) Rajiva Wijesinha di Nusa Dua, Bali, Sabtu.
Dalam sambutannya saat acara pembukaan konferensi internasional bertajuk "Pluralisme dan Pembangunan di Asia, Isu dan Prospek" yang diselenggarakan oleh CALD bekerja sama dengan PDI Perjuangan selaku perwakilan lembaga demokrasi di Indonesia itu, ia menyampaikan kekagumannya pada demokrasi yang telah dikembangkan di Tanah Air
"Konferensi ini menjadi semakin tepat dilaksanakan di Indonesia, negara ini merupakan bangsa yang terdiri dari berbagai perbedaan, namun akhirnya tetap satu jua. Perbedaan yang ada tidak menjadi hambatan untuk membangun iklim demokrasi," ujarnya.
Spirit ini, kata Rajiva, sesuai pula dengan filosofi yang dianut CALD yakni menghargai HAM sekaligus kebebasan. Maksudnya, dalam menjaga pluralitas masih tetap melindungi kaum minoritas.
"Prinsip kebebasan yang dijalankan, bagaimana pun itu hendaknya ada aturan main yang tetap ditaati," ucapnya.
Sementara itu, Ketua Bidang Hankam dan Hubungan Internasional PDI Perjuangan Andreas Hugo Pareira mengatakan, konferensi ini merupakan acara rutin yang diselenggarakan oleh CALD dengan negara-negara di Asia untuk saling menukar ide dalam pengembangan demokrasi dan nilai-nilai pluralistik.
Pelaksanaan konferensi CALD di Bali, ujar dia, menjadi kesempatan pertama kali bagi Indonesia menjadi tuan rumah.
"Targetnya, dari konferensi yang berlangsung selama empat hari ini dapat lebih dikedepankan nilai-nilai demokrasi dan pluralisme," katanya.
Demokrasi, menurut dia, memang mempunyai nilai universal, namun ada nilai lokal yang tetap bisa disumbangkan.
"Melalui konferensi inilah akan berusaha digali dan dikembangkan demokrasi dengan ciri khas masyarakat Asia. Sekaligus akan dibahas tentang kritik dan autokritik penyelenggaraan demokrasi," ujarnya.
Konferensi internasional tersebut diikuti oleh 50 peserta yang merupakan perwakilan dari 16 negara di kawasan Asia.
(ANTARA)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011