Bantul (ANTARA News) - Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, mengirimkan tim laboratorium untuk mengecek limbah produsen rambut palsu atau "wig" PT Dong Young Tress yang dikeluhkan warga setempat.
Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Bantul Susanto di Bantul, Jumat, mengatakan, tim yang melakukan pengecekan limbah perusahaan yang beralamat di Dusun Nganyan, Sitimulyo, Piyungan itu terdiri atas intansinya dan Dinas Kesehatan (Dinkes) Bantul.
"Masing-masing bertugas sesuai tupoksinya, BLH mengecek pencemaran air di sungai sekitar pabrik dan Dinkes mengecek sumur warga, hasil uji laboratoriumnya paling cepat seminggu, baru akan kami tindak lanjuti," katanya.
Menurut dia, jika hasil laboratorium menunjukkan limbah pabrik itu mencemari air di sekitarnya, pihaknya akan menemui pihak PT Dong Young Tress untuk memberikan rekomendasi perbaikan.
"Begitu juga jika belum ada pengolahan limbah, kami akan meminta perusahaan itu untuk membangunnya, kami meminta perusahaan untuk perhatikan karena jika tidak, masalah ini kami limpahkan ke instansi yang mengurusi industri," katanya.
Warga setempat bersama ratusan karyawan perusahaan wig itu melakukan unjuk rasa pada Rabu (2/11). Mereka mengeluh karena perusahaan yang telah berdiri sejak 2004 itu dinilai tidak memberi kontribusi dan juga mencemari sumur warga.
Karyawan menilai perusahaan tidak memperhatikan kesejahteraan karyawan karena jam kerja yang tidak menentu sehingga kadang karyawan harus pulang larut malam karena wajib lembur. Tunjangan lemburnya hanya berkisar Rp1.500 hingga Rp3.000 per jam.
Sekretaris Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Bantul Agus Sulistiyono mengatakan, masalah itu diminta diselesaikan di tingkat karyawan dan perusahaan (bipartite) terlebih dulu sebelum melangkah lebih jauh.
"Dalam pertemuan kemarin (Rabu 2 November), ada kesepakatan pertemuan bipartite akan dilaksanakan Senin (7/11), kami harap ada sikap saling percaya dan kerja sama," katanya.
Ia mengatakan, jika tidak menghasilkan kesepakatan, tugas Disnakertrans untuk bertindak. "Langkah terakhir adalah lewat pengadilan sesuai prosedur penyelesaian perselisihan hubungan industrial (PPHI)," katanya.
Terkait keluhan karyawan perusahaan mengenai upah yang rendah di bawah standar minimum, dan jam kerja yang melebihi batas hingga ketiadaan jaminan sosial tenaga kerja, ia enggan berkomentar.
"Pihak yang berkompeten di bidang pengawasaan ketenagaankerjaan dan hubungan industrial sedang tidak ada di tempat, kami belum bisa memberi keterangan," katanya. (ANT-068/N002)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011