Jakarta (ANTARA News) - Sebuah LSM di bidang lingkungan hidup, Lead Information Center (LIC) menemukan adanya perbedaan kadar kualitas bahan bakar minyak (BBM) jenis premium di beberapa wilayah di Indonesia. "Hasil pengujian yang kami lakukan baru-baru ini menunjukkan sebagian besar bensin yang dipasok Pertamina masih berkadar timbal di atas ketentuan yang diperbolehkan," kata Koordinator Riset dan Pengembangan LIC, Edi Purwanto kepada ANTARA News, di Jakarta, Minggu. Menurut dia, untuk bensin yang beredar di Palembang kadar timbalnya mencapai 0,528 gram per liter, Makassar (0,272 gram per liter), Medan (0,213 gram per liter), Bandung (0,117 gram per liter) dan Yogyakarta (0,068 gram per liter). "Padahal ketentuan kadar timbal pada bensin yang diperbolehkan seharusnya tidak lebih dari 0,013 gram per liter," ujarnya. Edi menambahkan sampel bensin yang diambil di Semarang dan Surabaya menunjukkan tidak adanya timbal, sekalipun satu sampel dari Semarang dan dua sampel di Surabaya memiliki kadar timbal di atas 0,013 gram per liter. "Ini kemungkinan terjadi karena belum selesainya proses cleaning up (pembersihan, red) oleh pemasokan bensin tanpa timbal dari Kilang Balongan sejak diresmikannya Kilang Langit Biru Balongan oleh Presiden SBY (Susilo Bambang Yudhoyono, red) pada 28 Agustus 2005 yang lalu," terangnya. Hanya di sebagian kawasan Pantura Pulau Jawa, Jabodetabek, Cirebon, Bali dan Batam yang menunjukkan kadar timbalnya lebih rendah dari ketentuan 0,013 gram per liter. Sementara untuk angka oktan, sebagian besar pasokan telah memiliki angka yang memadai (Research Octan Number/RON) 90 sekalipun masih ada beberapa kawasan yang dipasok bensin dengan angka oktan di bawah RON 88 sesuai spesifikasi Migas, yaitu di Kota Medan dengan RON 87. "Masih dipasoknya bensin bertimbal di sebagian besar kota tentu akan berimplikasi pada berlanjutnya pencemaran timbal di udara dan tingginya kadar timbal dalam darah masyarakat," ujarnya. Data di Kota Bandung menunjukkan bahwa kadar timbal (Pb) di udara telah mencapai di atas 2 miligram per meter kubik dan 30 persen anak-anak usia sekolah memiliki kadar timbal di dalam darah yang melewati ambang batas sehingga diindikasikan mengalami penurunan poin IQ, gangguan perkembangan otak dan autis. Selain itu, penggunaan timbal sebagai tambahan atau additive pada bensin menyebabkan tidak dapat dikembangkannya teknologi kendaraan bermotor dengan menggunakan catalytic converter dimana teknologi tersebut mampu menurunkan hingga 90 persen dari emisi HC, CO dan NOx. Ia menekankan untuk bensin, penghapusan timbal menjadi prioritas untuk diterapkan tahun 2006 ini, apalagi dengan kenaikan harga premium (bertimbal dengan RON 88) menjadi Rp4.500 per liter sejak 1 Oktober 2005, merupakan peluang upaya itu. "Hal ini penting mengingat harga bensin tanpa timbal RON 89 adalah 66 dolar AS per barel atau setara dengan Rp4.100 per liter. Demikian pula untuk solar, penurunan kadar sulfur harus segera diturunkan mencapai maksimal 500 ppm," ujarnya. Edi juga menambahkan upaya tersebut hendaknya diikuti pula dengan peningkatan kualitas bahan bakar untuk berbagai karakteristik lainnya di dalam bahan bakar melalui penurunan kandungan aromatik, olefin, benzena (pada bensin) dan peningkatan angka cetane (pada solar). Hal tersebut menjadi prasyarat untuk penerapan rencana penurunan emisi kendaraan bermotor secara terpadu dalam kerangka peningkatan kualitas udara terutama di daerah perkotaan. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006