Impor TPT dari China sebenarnya hanya sekitar tujuh persen berupa garmen, sedangkan sisanya adalah kain yang diproduksi kembali oleh industri TPT kita,"
Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat mengatakan daya saing tekstil dan produk tekstil Indonesia paling kuat di ASEAN, sehingga siap bersaing di pasar kawasan Asia Tenggara.
"Kami siap menghadapi komunitas ekonomi ASEAN (AEC) 2015, tidak ada masalah," ujarnya pada forum grup diskusi tentang implementasi perdagangan bebas ASEAN (AFTA), yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika, di Jakarta, Kamis.
Ia mengatakan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional paling lengkap dari hulu ke hlir. Indonesia, lanjut dia, akan menjadi produsen serat rayon terbesar di dunia pada 2012, menyusul perluasan kapasitas produk PT South Pacific Viscose sebesar 130 juta dolar AS.
Selain itu, kata dia, produsen serat polyester yaitu Indorama juga menambah investasi sebesar 800 juta dolar AS, sehingga menjadi produsen terbesar.
Kondisi tersebut, lanjut Ade, akan memberi dampak efek berantai pada industri TPT hilir, seperti benang, kain, dan pakaian jadi (garmen).
"Selain Indonesia, produsen TPT terbesar di ASEAN adalah Thailand, namun kapasitas produksi di Thailand lebih kecil. Satu lagi Vietnam, meski lebih kecil namun ekspor TPT ke dunia tinggi mencapai 14 miliar dolar," katanya.
Namun, Ade mengaku tidak khawatir bersaing dengan produsen TPT di negara ASEAN, baik untuk pasar domestik maupun ekspor. Ia optomis industri TPT akan mendapatkan banyak manfaat dari Komunitas Ekonomi ASEAN (AEC) 2015.
"Apalagi bila pemerintah terus memanfaatkan momentum penambahan kapasitas produksi di sektor hulu TPT itu dengan memperbaiki infrastruktur, terutama menambah pembangkit listrik, pasti dalam 10 tahun ke depan industri TPT bisa menjadi juara di ASEAN, atau bahkan dunia," ujar Ade.
Pada 2011 ia memperkirakan ekspor TPT Indonesia ke kawasan ASEAN mencapai sekitar 1,8 miliar dolar AS naik sekitar 38,5 persen dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 1,3 miliar dolar AS. Tahun ini ia memproyeksikan ekspor TPT secara nasional ke dunia menembus angka di atas 13 miliar dolar AS.
Bahkan Ade optimis dengan China pun TPT Indonesia bisa bersaing, karena negara tersebut mulai meninggalkan secara bertahap industri tekstilnya, disebabkan biaya produksi di China semakin mahal.
"Impor TPT dari China sebenarnya hanya sekitar tujuh persen berupa garmen, sedangkan sisanya adalah kain yang diproduksi kembali oleh industri TPT kita," ujar menanggapi kekhawatiran maraknya impor TPT dari China.
Ade bahkan tidak khawatir dengan munculnya Kamboja dan Myanmar sebagai tempat tujuan investasi TPT yang menjanjikan seiring diberikannya fasiltas GSP oleh Amerika Serikat kepada Kamboja ataupun rencana Eropa memberi tarif khusus terhadap garmen dari Myanmar bila negara tersebut menjadi negara demokrasi.
"Memang saat ini, setiap hari di Kamboja tumbuh satu pabrik tekstil, karena mendapat perlakuan khusus di pasar Amerika mengingat negara itu masuk kategori `less developing country.` Namun pasti itu tidak lama, karena begitu pendapatan perkapita Kamboja mencapai 1500 dolar AS, fasilitas akan dicabut," ujarnya.
(R016)
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2011