Beberapa investor Asia membukukan keuntungan karena mereka menjadi khawatir tentang melambatnya permintaan di China
Tokyo (ANTARA) - Harga minyak stabil di sesi Asia pada Senin sore, karena kekhawatiran atas permintaan yang melambat di China mendorong investor untuk mengambil keuntungan dari kenaikan yang dibuat hari sebelumnya di tengah kekhawatiran atas pasokan yang ketat dan krisis Ukraina yang semakin dalam.
Minyak mentah berjangka Brent menguat 27 sen atau 0,2 persen, menjadi diperdagangkan di 111,97 dolar AS per barel pada pukul 06.42 GMT, meluncur dari tertinggi sejak 30 Maret di 113,80 dolar AS per barel yang dicapai di awal sesi.
Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS naik 20 sen atau 0,2 persen, menjadi diperdagangkan di 107,15 dolar AS per barel, setelah naik setinggi 108,55 dolar AS, tertinggi sejak 30 Maret.
Ekonomi China melambat pada Maret karena konsumsi, real estat dan ekspor terpukul keras, menghilangkan angka pertumbuhan kuartal pertama yang lebih cepat dari perkiraan dan memperburuk prospek yang sudah melemah oleh pembatasan COVID-19 dan perang Ukraina.
Negara ini menyuling minyak 2,0 persen lebih sedikit pada Maret dari setahun sebelumnya, dengan keluaran (throughput) turun ke level terendah sejak Oktober karena lonjakan harga minyak mentah menekan margin dan penguncian yang ketat mengurangi konsumsi bahan bakar.
"Beberapa investor Asia membukukan keuntungan karena mereka menjadi khawatir tentang melambatnya permintaan di China," kata Satoru Yoshida, seorang analis komoditas di Rakuten Securities, dikutip dari Reuters.
Kamis (14/4/2022) lalu, sehari sebelum liburan akhir pekan Paskah, baik Brent dan WTI naik lebih dari 2,5 persen di tengah berita bahwa Uni Eropa mungkin secara bertahap melarang impor minyak Rusia.
Pemerintah Uni Eropa mengatakan pekan lalu bahwa eksekutif blok itu sedang menyusun proposal untuk melarang minyak mentah Rusia, tetapi para diplomat mengatakan Jerman tidak secara aktif mendukung embargo langsung.
Komentar itu muncul sebelum ketegangan meningkat dalam krisis Ukraina, dengan pihak berwenang melaporkan beberapa ledakan di Ukraina barat dan selatan pada Senin ketika pasukan Rusia mengklaim hampir menguasai penuh kota pelabuhan strategis selatan Mariupol setelah hampir dua bulan pertempuran berdarah.
"Perang yang berkelanjutan antara Rusia dan Ukraina tanpa tanda-tanda gencatan senjata memicu kekhawatiran pasokan, terutama karena permintaan diperkirakan akan meningkat saat musim mengemudi mendekat di belahan bumi utara," kata Chiyoki Chen, kepala analis di Sunward Trading.
Badan Energi Internasional telah memperingatkan bahwa sekitar 3 juta barel per hari (bph) minyak Rusia dapat ditutup mulai Mei dan seterusnya karena sanksi, atau pembeli secara sukarela menghindari kargo Rusia.
Produksi minyak Rusia terus merosot pada April, turun 7,5 persen pada paruh pertama Maret, kantor berita Interfax melaporkan pada Jumat (15/4/2022).
Menambah tekanan, Libya menghentikan produksi minyak dari ladang minyak El Feel pada Minggu (17/4/2022) dan dua sumber di pelabuhan minyak Zueitina mengatakan ekspor di sana telah ditangguhkan setelah pengunjuk rasa yang menyerukan Perdana Menteri Abdulhamid al-Dbeibah yang berbasis di Tripoli untuk mengundurkan diri mengambil alih situs tersebut.
Namun demikian, perkiraan produksi minyak AS sedang direvisi naik meskipun ada kendala tenaga kerja dan rantai pasokan, karena harga yang lebih tinggi memacu lebih banyak pengeboran dan kegiatan penyelesaian sumur, menurut pakar industri.
Baca juga: Minyak naik saat UE mungkin secara bertahap larang impor minyak Rusia
Baca juga: Minyak turun tipis di sesi Asia, pasar timbang sinyal pasokan beragam
Baca juga: Pedagang minyak global akan potong pembelian minyak Rusia mulai 15 Mei
Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2022