Sanaa (ANTARA News/AFP) - Sedikitnya 18 orang tewas dan lebih dari 40 cedera dalam bentrokan-bentrokan baru di ibu kota Yaman, Sanaa, dan kota kedua, Taez, kata petugas medis dan aktivis, Rabu.
Bentrokan meletus Rabu pagi di kota bergolak Taez antara pasukan pemerintah dan gerilyawan suku yang mendukung protes massal yang menuntut pengunduran diri Presiden Ali Abdullah Saleh, kata sejumlah aktivis.
Delapan warga sipil, termasuk seorang anak laki-laki berusia 13 tahun, dan dua orang bersenjata tewas dan 43 orang cedera, sebagian besar warga sipil, dalam kekerasan yang terjadi kemudian, kata petugas medis.
Kementerian dalam negeri mengatakan, lima prajurit Yaman juga tewas dalam bentrokan itu, dan mereka menuduh oposisi menyerang pasukan kementerian itu.
Namun, menurut penduduk dan orang bersenjata, pasukan pro-Saleh menyerang daerah Taez dengan senjata berat, termasuk tembakan-tembakan mortir dan tank, yang mengakibatkan kerusakan pada bangunan-bangunan tinggi.
Di Sanaa, bentrokan yang meletus pada Selasa larut malam di distrik Hasaba antara pasukan pemerintah dan orang bersenjata yang setia pada pemimpin suku berpengaruh Sheikh Sadeq al-Ahmar menewaskan dua orang suku dan seorang polisi, kata petugas medis dan kementerian dalam negeri.
Tujuh orang lain terluka di distrik bergolak itu, ajang bentrokan sengit dan pemboman dalam beberapa pekan terakhir, kata petugas medis.
Demonstrasi di Yaman sejak akhir Januari yang menuntut pengunduran diri Saleh telah menewaskan ratusan orang.
Dengan jumlah kematian yang terus meningkat, Saleh, sekutu lama Washington dalam perang melawan Al-Qaida, kehilangan dukungan AS.
Pemerintah AS mengambil bagian dalam upaya-upaya untuk merundingkan pengunduran diri Saleh dan penyerahan kekuasaan sementara, menurut sebuah laporan di New York Times.
Para pejabat AS menganggap posisi Saleh tidak bisa lagi dipertahankan karena protes yang meluas dan ia harus meninggalkan kursi presiden, kata laporan itu.
Meski demikian, Washington memperingatkan bahwa jatuhnya Saleh selaku sekutu utama AS dalam perang melawan Al-Qaida akan menimbulkan "ancaman nyata" bagi AS.
Yaman adalah negara leluhur almarhum pemimpin Al-Qaida Osama bin Laden dan hingga kini masih menghadapi kekerasan separatis di wilayah utara dan selatan.
Yaman Utara dan Yaman Selatan secara resmi bersatu membentuk Republik Yaman pada 1990 namun banyak pihak di wilayah selatan, yang menjadi tempat sebagian besar minyak Yaman, mengatakan bahwa orang utara menggunakan penyatuan itu untuk menguasai sumber-sumber alam dan mendiskriminasi mereka.
Negara-negara Barat, khususnya AS, semakin khawatir atas ancaman ekstrimisme di Yaman, termasuk kegiatan Al-Qaida di Semenanjung Arab (AQAP).
Negara-negara Barat dan Arab Saudi, tetangga Yaman, khawatir negara itu akan gagal dan Al-Qaida memanfaatkan kekacauan yang terjadi untuk memperkuat cengkeraman mereka di negara Arab miskin itu dan mengubahnya menjadi tempat peluncuran untuk serangan-serangan lebih lanjut.
Yaman menjadi sorotan dunia ketika sayap regional Al-Qaida AQAP menyatakan mendalangi serangan bom gagal terhadap pesawat penumpang AS pada Hari Natal.
AQAP menyatakan pada akhir Desember 2009, mereka memberi tersangka warga Nigeria "alat yang secara teknis canggih" dan mengatakan kepada orang-orang AS bahwa serangan lebih lanjut akan dilakukan.
Para analis khawatir bahwa Yaman akan runtuh akibat pemberontakan Syiah di wilayah utara, gerakan separatis di wilayah selatan dan serangan-serangan Al-Qaida. Negara miskin itu berbatasan dengan Arab Saudi, negara pengekspor minyak terbesar dunia.
Selain separatisme, Yaman juga dilanda penculikan warga asing dalam beberapa tahun ini. (M014)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011