Purwokerto (ANTARA News) - Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menyatakan, jumlah "technopreneur" atau wirausaha berbasis industri inovatif di Indonesia masih minim.
"Saat ini, jumlah wirausaha yang diharapkan akan menjadi industri inovatif di Indonesia baru mencapai 0,24 persen dari total penduduk Indonesia. Padahal di Malaysia sudah mencapai tiga persen, Singapura 7,2 persen, dan Amerika Serikat 11,5 persen," kata Deputi Kepala BPPT Bidang Pengkajian Kebijakan Teknologi, Tatang A Taufik, di Purwokerto, Rabu malam.
Bahkan, kata dia, 99 persen wirausaha yang ada di Indonesia bergerak dalam bidang perdagangan.
Oleh karena itu, lanjutnya, perlu kerja keras dan cerdas serta memperkuat kolaborasi agar jumlah ideal wirausaha berbasis industri kreatif di Indonesia dapat mencapai empat persen dari total penduduk negeri ini.
"Dengan demikian, perekonomian Indonesia ke depan memiliki kekuatan dan peluang yang besar untuk menjadi lebih maju dengan industri inovatifnya," kata dia menambahkan.
Selain masih sedikitnya jumlah wirausaha berbasis industri inovatif, kata dia, tantangan baru di Indonesia adalah semakin meningkatnya jumlah pengangguran intelektual lulusan perguruan tinggi yang telah mencapai 1.132.751 orang pada bulan September 2011 atau naik 15,71 persen dibandingkan tahun 2010.
Menurut dia, hal ini disebabkan orientasi sarjana yang mencari kerja tapi bukan menciptakan pekerjaan.
Terkait hal itu, dia mengatakan, BPPT yang didukung Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) berupaya mengembangkan wirausaha berbasis industri inovatif melalui kegiatan "Technopreneur Camp" sebagai bagian dari program pengembangan inkubator yang dilakukan oleh Balai Inkubator Teknologi BPPT.
Dalam hal ini, lanjutnya, BPPT menjalin kerja sama dengan beberapa pemerintah provinsi dan kabupaten/kota untuk menciptakan wirausaha berbasis industri inovatif melalui program pengembangan inkubator.
"Kami menjalin kerja sama dengan pemerintah daerah yang memiliki komitmen dalam mengembangkan industri inovatif, yakni Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, Pemerintah Kabupaten Banyumas, Pemerintah Kabupaten Pekalongan, dan Pemerintah Kota Tegal," katanya.
Menurut dia, BPPT berupaya meningkatkan daya saing dengan cara mendorong pengembangan industri inovatif di daerah.
"Bagaimana kita bisa bersaing kalau hanya mengandalkan sumber daya alam tanpa adanya inovasi," katanya.
Dia mencontohkan banyaknya buah impor di pasaran yang dapat memberikan dampak buruk terhadap buah lokal jika tidak ada inovasi dalam pemasarannya.
"Inovasi harus menjadi tradisi dalam masyarakat kita. Salah satu upayanya melalui penguatan daya saing atau penguatan sistem inovasi di daerah," tegasnya.
Sementara itu, Kepala Balai Inkubator BPPT Bambang S Pujantiyo mengatakan, "Technopreneur Camp" yang dikemas dalam bentuk pelatihan kewirausahaan teknologi (technopreneurship) ini diharapkan menghasilkan calon-calon wirausaha berbasis industri inovatif baru di Indonesia.
Menurut dia, peserta pelatihan (Technopreneur Camp) yang akan dilaksanakan di Purwokerto pada 3-5 November merupakan calon-calon wirausaha yang telah menjalani proses seleksi oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Banyumas.
"Salah satu materi pelatihan yang akan diberikan adalah cara membuat rencana bisnis sederhana. Mereka akan kita dampingi dalam ruangan semacam karantina," katanya.
Ia mengatakan, peserta yang dinyatakan lulus dalam "Technopreneur Camp" akan diikutsertakan dalam program inkubasi bisnis teknologi pada tahun 2012. (ANT)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011