Kami ingin draf yang diberikan tidak hanya suara pemerintah, tapi juga suara publik
Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi X DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional Prof Zainudin Maliki mengapresiasi komitmen Kementerian Pendidikan, Budaya, Riset, dan Teknologi yang membuka ruang partisipasi publik terhadap Rancangan Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas).
“Saya sangat senang bahwa Kemendikbudristek menjamin penyusunan RUU ini dibuka dialog yang sangat luas. Beberapa pihak juga sudah diajak untuk berdialog mengenai RUU Sisdiknas,” katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat.
Dengan keterlibatan publik seluas-luasnya, kata dia, isi dari rancangan regulasi tersebut diharapkan dapat memenuhi gagasan serta aspirasi yang berkembang di masyarakat.
Selain partisipasi publik, kata dia, kualitas dialog juga perlu menjadi perhatian. Dengan begitu, rumusan RUU Sisdiknas sudah menampung gagasan dan pandangan masyarakat.
“Ruang partisipasi perlu dibuka seluas-luasnya karena memang secara sosiologis undang-undang itu hanya akan bisa dilaksanakan. Hanya akan efektif kalau memang relevan dengan yang berkembang di masyarakat,” kata Zaiinudin Maliki.
Apresiasi juga disampaikan Guru Besar Universitas Negeri Yogyakarta, Prof Suyanto.
Menurut dia, pelibatan publik akan mempermudah pembahasan RUU Sisdiknas untuk ke depannya. Berdasarkan pengalaman pribadinya saat menjadi ketua tim penyusunan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, ada resistensi penolakan oleh suatu kelompok masyarakat terhadap pasal tertentu.
“Kalau sampai terulang, itu akan menghambat. Mudah-mudahan pertemuan ini menjadi hikmah yang baik untuk mengawal rancangan undang-undang kita di masa depan,” kata Suyanto.
Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BKSAP) Kemendikbudristek, Anindito Aditomo menyatakan pemerintah sudah beberapa kali menjalankan uji publik, baik yang digagas Kemendikbudristek maupun Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dengan melibatkan pakar, organisasi masyarakat, serta organisasi profesi.
Hal tersebut dilakukan sesuai dengan Pasal 96 Ayat 1 Undang Undang Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang mencakup partisipasi masyarakat.
“Untuk uji publik, ada sekitar 42 lembaga/organisasi yang terlibat. Kemendikbudristek akan terus memperluas keterlibatan publik. Kami betul-betul percaya pelibatan publik itu bermakna, tidak hanya ditampung tapi juga didengarkan,” katanya.
Ia menjelaskan RUU Sisdiknas saat ini masih dalam tahap perencanaan. Setelah draf RUU dan naskah akademik diserahkan pemerintah dan diterima DPR, partisipasi publik akan semakin bertambah besar. “Kami belum membuka drafnya secara umum karena ini tugas pemerintah untuk memberikan kepada DPR.
"Kami ingin draf yang diberikan tidak hanya suara pemerintah, tapi juga suara publik,” katanya menegaskan.
Adapun RUU Sisdiknas akan menggantikan tiga undang-undang sistem pendidikan yang selama ini berlaku yakni UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, serta UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Ketua Majelis Pendidikan Tinggi ICMI, Profesor Ganefri mendukung kehadiran RUU Sisdiknas. Menurut dia, penggabungan regulasi perlu dilakukan karena adanya tumpang tindih antar undang-undang.
“Harapan kami UU ini tidak harus terlalu teknis, tapi visioner jauh ke depan. Cakupan teknis diatur dalam PP dan Peraturan Menteri sehingga RUU Sisdiknas harus menjawab tantangan global seperti revolusi industri 4.0 dan society 5.0,” demikian Ganefri.
Baca juga: Wakil Ketua MPR: Kawal realisasi istilah madrasah masuk RUU Sisdiknas
Baca juga: HNW: Penghapusan istilah madrasah di RUU Sisdiknas inkonstitusional
Baca juga: Mendikbudristek tegaskan madrasah tetap ada dalam RUU Sisdiknas
Baca juga: F-PPP tolak revisi UU Sisdiknas jika frasa madrasah dihilangkan
Pewarta: Indriani
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2022