Lubukbasung (ANTARA) - Memiliki luas area 3,4 hektare, Cagar Alam Batang Palupuh yang berlokasi di Jorong Batang Palupuh, Nagari Koto Rantang, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, merupakan rumah besar bagi beragam flora dan fauna langka di Ranah Minang.
Berada sebelah utara dari Kota Padang dengan jarak tempuh sekitar 104 kilometer dari kota Padang, Cagar Alam Batang Palupuh di Kecamatan Palupuh itu merupakan kawasan konservasi flora langka, khususnya rafflesia arnoldi, yang pertama kali ditemukan pada 1930.
Sejak ditemukan bunga langka di lokasi tersebut kawasan itu kemudian ditetapkan sebagai Cagar Alam Batang Palupuh oleh Pemerintah Belanda lewat Gubernur Besluit No 3 STBL No 402 pada 14 November 1930.
Untuk menuju ke lokasi di Nagari Koto Rantang cukup berjalan kaki 15 menit dari lokasi parkir kendaraan dengan medan yang landai.
Selama ini kawasan itu kerap dikunjungi wisatawan Nusantara dan mancanegara. Bahkan juga menjadi lokasi penelitian dari sejumlah mahasiswa dari sejumlah negara dan Indonesia.
Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sumbar juga telah membangun pos jaga dan tempat duduk bagi pengunjung menjelang masuk kawasan Cagar Alam Batang Palupuh.
Pos jaga itu, dulunya dihuni oleh petugas untuk mendampingi para pengunjung yang datang ke lokasi bunga rafflesia dan saat ini kondisinya sudah kosong.
Kepala Resor Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Maninjau Ade Putra menyampaikan pihaknya bakal mengaktifkan kembali pos jaga tersebut dan petugas bakal tidur di lokasi apabila melakukan patroli ke kawasan Cagar Alam Batang Palupuh.
Di cagar alam ini, banyak ditemukan individu bunga rafflesia, bunga rhizanthes dan bunga bangkai yang hampir setiap tahun mekar sempurna.
Bunga langka dan dilindungi itu tumbuh secara berdekatan satu sama yang lain dengan kondisi hutan yang rindang.
Pada tahun ini sebanyak 43 individu bunga rhizanthes lowii ditemukan di kawasan Cagar Alam Batang Palupuh, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat Ringga Agus.
Menurut Ringga ia menemukan 43 bunga rhizanthes lowii itu dengan kondisi mekar lima batang dan berupa knop 38 batang.
Penelitian itu dilakukan beberapa hari dengan cara menghitung dengan mengamati akar atau inang.
Metode yang digunakan dengan membuat 12 plot atau petak pengamatan di kawasan Cagar Alam Batang Palupuh.
Rhizhanthes adalah jenis tumbuhan berbunga dan termasuk parasit sejati yang dapat tumbuh tanpa daun, batang, akar dan klorofil sehingga ia tidak mampu melakukan fotosintesis.
"Keunikan tumbuhan ini adalah endotermik dan rhizanthes tidak hanya menghasilkan panas sendiri tetapi memiliki kemampuan dalam mengatur suhunya sendiri," kata Kepala Resor Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Maninjau Ade Putra.
Ia menambahkan rhizhanthes berasal dari mycelium yang membelah diri setelah mencapai ukuran tertentu tumbuhan ini kemudian menembus jaringan permukaan epidermis Tetrastigma lanceofolia.
Rhizanthes termasuk suku Rafflesiaceae yang anggotanya merupakan tumbuhan parasit sejati yang sangat bergantung kepada inangnya.
Beberapa di antaranya adalah Rafflesia, Mitrasremma, Rhizhanthes dan Sapria. Rhizanhes merupakan jenis paling kecil dengan garis tengah kurang lebih 15 centimeter dengan dimensi ukuran jika dihitung secara keseluruhan termasuk lobus dapat mencapai sekitar 30 centimeter.
Seperti Rafflesia, mula-mula hanya sebesar kutil lalu membesar mencapai ukuran bulat sebesar tomat dan bergaris tengah berwarna coklat .
Ketika terbuka pada bagian pusat bunga berwarna cokelat. Berbulu rapat sepanjang kurang lebih satu centimeter membulat bergaris tengah sekitar empat centimeter. Sedang ke arah luar berwarna putih melingkar pada area selebar lima centimeter berbulu pendek dengan warna coklat.
Bagian berwarna merah-cokelat mengkilap tanpa bulu disebut “cuping” (lobus) berbentuk lanset sebanyak 14-18 lobus dengan tambahan bangunan bagai cacing yang makin ke ujung bentuknya semakin meruncing. Panjangnya kurang lebih tujuh centimeter dan memiliki warna bunga yang cantik dan dapat bertahan sekitar 5-7 hari.
"Saat itulah semut akan datang berbondong-bondong menutupi hampir seluruh permukaan bunga," katanya
Setelah itu warnanya akan berangsur kusam menjadi hitam lalu membusuk. Dari ukuran sebesar kelereng sampai besar dan terbuka atau mekar dibutuhkan waktu yang cukup lama mencapai dua tahun.
Rhizanthes memiliki kemiripan karakter fisik dengan bunga Rafflesia, yaitu tidak memiliki batang, akar, daun, dan klorofil. Tumbuhan itu tidak dapat melakukan fotosintesis sehingga bergantung kepada inang untuk mendapatkan makanan.
Rhizanthes berbeda dengan tumbuhan parasit benalu (Loranthaceae) yang memiliki daun batang dan akar dan mampu memproduksi karbohidrat. Rhizanthes memperoleh energi dan makanan dari inangnya, yaitu Tetrastigma lanceofolia, tumbuhan berkayu memanjat yang dapat tumbuh hingga 50 meter.
Kunjungan wisatawan
Semenjak pandemi COVID-19 melanda dunia pada Desember 2019, wisatawan mancanegara tidak ada satupun berkunjung ke lokasi bunga langka dan dilindungi Undang-undang Nomor 5 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya itu.
Ini dampak dari ditutupnya penerbangan dari negara luar ke Indonesia. Sementara pengunjung paling banyak berasal dari Benua Eropa, Asia, Amerika dan lainnya.
"Tidak ada pengunjung dari luar negeri karena syarat orang masuk dari negara lain harus melakukan karantina dulu," kata salah seorang pegiat wisata di Batang Palupuh, Joni Hartono.
Sebelumnya,sekitar 50-60 orang wisatawan mancanegara berkunjung ke daerah ini untuk melihat secara dekat bunga raffelsia itu.
Keberadaan bunga rafflesia itu dipromosikan melalui media daring dan media sosial apabila sudah ada yang mekar.
Bahkan, ia juga mempromosikan kepada pelaku wisata yang ada di Medan, Sumatera Utara, Bali, Singapura, Malaysia dan lainnya.
"Saya memberitahukan kepada pelaku pariwisata apabila ada bunga rafflesia yang mekar dan berkat promosi itulah, banyak wisatawan mancanegara berkunjung ke sini," katanya.
Ia menambahkan bunga rafflesia itu dikunjungi wisatawan mancanegara semenjak 1932.
Dengan kondisi itu, warga sudah biasa beradaptasi dengan turis asing dan ada yang mengerti bahasa Inggris.
Ia mulai bergerak sebagai pegiat wisata itu semenjak 2000, setelah pulang kampung sehabis merantau ke beberapa daerah di Indonesia.
Pada 2000, ia fokus untuk membawa wisatawan mancanegara ke daerah itu sembari mencoba untuk membudidayakan bunga rafflesia di halaman rumah orang tuanya.
"Sudah 15 kali bunga mekar sempurna di halaman rumah dan pertama kali mekar pada 2009," katanya.
Saat ini, jumlah knop bunga rafflesia di Cagar Alam Batang Palupuh sebanyak lima batang dan dalam waktu dekat sudah berkembang.
Ia juga sedang menyiapkan lokasi di sekitar Cagar Alam Batang Palupuh untuk mengembangkan bunga rafflesia, agar generasi mendatang bisa melihat bunga rafflesia itu.
Seiring dengan mulai melandainya kasus pandemi COVID-19 tentunya cagar alam ini akan kembali ramai dikunjungi sebagai wahana penelitian.
Tentu saja perlu pembenahan lebih lanjut agar wisatawan yang hendak mempelajari bunga raflesia bisa lebih nyaman dan tempat ini menjadi daerah kunjungan wisata minat khusus yang pada akhirnya juga berdampak bagi perekonomian masyarakat setempat.
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2022