Ada banyak strategi yang bisa digunakan untuk meringankan beban APBN akibat kenaikan harga minyak dunia tanpa harus menaikkan harga BBM, elpiji, dan tarif listrik, salah satunya merelokasi dana windfall dari peningkatan harga batu bara...Jakarta (ANTARA) - Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi meminta pemerintah untuk tidak menaikkan harga BBM, elpiji, dan tarif listrik, karena bisa menyulut kenaikan inflasi yang membuat harga kebutuhan pokok melambung dan menurunkan daya beli konsumen.
"Dampak penaikan harga BBM, elpiji, dan tarif listrik, menurunkan daya beli dan menambah beban rakyat miskin semakin berat," ujarnya dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat.
Baca juga: Menteri Arifin beri sinyal kenaikan harga Pertalite dan Solar
Apabila wacana penyesuaian harga komoditas BBM, elpiji, serta tarif listrik betul terjadi, maka keputusan itu mencederai tuntutan mahasiswa yang menginginkan adanya penurunan harga BBM dalam aksi unjuk rasa pada 11 April 2022 lalu.
Menurutnya, pemerintah seharusnya berpihak terhadap kepentingan rakyat bukan berpihak kepada kepentingan korporasi perusahaan minyak dan gas bumi (migas).
"Ada banyak strategi yang bisa digunakan untuk meringankan beban APBN akibat kenaikan harga minyak dunia tanpa harus menaikkan harga BBM, elpiji, dan tarif listrik, salah satunya merelokasi dana windfall dari peningkatan harga batu bara dan dana kenaikan PPN uang diberlakukan per 1 April 2022," kata Fahmy.
Baca juga: CIPS: kenaikan BBM dan tol berdampak pada harga pangan
Lebih lanjut Fahmy memohon kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk tidak menaikkan harga BBM, elpiji, dan tarif listrik sepanjang 2022.
Kegaduhan yang timbul dari rencana penaikan harga komoditas tersebut bisa memicu kepanikan berbelanja dan kelangkaan produk di pasaran, serta berdampak serius terhadap kondisi sosial-ekonomi rakyat.
Baca juga: Pemerintah akan terapkan skema penyesuaian tarif listrik
Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2022