Jakarta (ANTARA) - Amerika Serikat menyatakan peretas asal Korea Utara berada di balik perampokan aset kripto di game Axie Infinity bulan lalu.
"Melalui penyelidikan, kami bisa mengonfirmasi Grup Lazarus dan APT38, aktor yang siber yang berhubungan dengan (Korea Utara), bertanggun jawab untuk pencurian tersebut," kata FBI, dikutip dari AFP, Jumat.
Pemain game Axie Infinity bisa mendapatkan uang kripto dengan bermain atau jual-beli avatar. Agar transaksi berlangsung cepat, pengembang Axie Infinity, Sky Mavis, membuat mata uang sendiri di dalam game dan sambungan ke blockchain ethereum.
Baca juga: Swedia tuding Rusia jadi dalang peretasan badan olahraga
Peretas mengeksploitasi kelemahan pada setelan yang diterapkan oleh perusahaan berbasis di Vietnam itu.
Serangan ini menargetkan ethereum senilai 173.600 dan stablecoin, aset digital yang dijamin dengan dolar Amerika Serikat, senilai 25,5 juta.
Pencurian aset kripto di Axie Infinity diperkirakan senilai 620 juta dolar AS, salah satu kasus yang terbesar dalam dunia kripto.
Sebelum meretas Axie Infinity, kelompok tersebut mencuri sekitar 320 juta dolar AS.
Nama Grup Lazarus mencuat sekitar tahun 2014, ketika mereka dituduh meretas Sony Pictures Entertainment.
Mereka melakukan aksi balas dendam karena Sony membuat film "The Interview", yang berisi satir kepada Presiden Korea Utara, Kim Jong Un.
Program siber Korea Utara sudah berjalan sejak tahun 1990an, kini berkembang menjadi unit perang siber bernama Bureau 121, berisikan 6.000 orang. Unit ini beroperasi dari beberapa negara, antara lain Belarusia, China, India, Malaysia, dan Rusia, menurut laporan militer AS pada 2020.
Platform data blockchain, Chainalysis pada Januari menyatakan peretas Korea Utara mengumpulkan mata uang kripto sekitar 400 juta dolar lewat serangan siber pada 2021.
Baca juga: Pemimpin Lapsus$ yang bobol Microsoft ternyata remaja 16 tahun
Baca juga: Peretas ambil alih situs pemerintah lokal Ukraina, sebarkan hoaks
Baca juga: Survei: Kejahatan siber bisa datang dari perangkat IoT non-bisnis
Pewarta: Natisha Andarningtyas
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2022