Menurut Burhanuddin, calon-calon lama tersebut sampai saat ini mampu mendominasi karena mereka sudah dikenal oleh masyarakat luas, meskipun daya pilihnya tidak sesuai dengan basis kualitas popularitas yang dimiliki, kata Burhanuddin Muhtadi kepada ANTARA di Jakarta pada Senin siang.
"Sikap publik sebenarnya masih menunggu calon-calon alternatif. Sayangnya capres muda tersebut belum muncul karena kurang populer. Yang dikenal justru `stock` lama," ujar Burhanuddin.
Ia menambahkan bahwa daya popularitas yang rendah juga menyebabkan elektabilitas mereka ikut rendah. "Syarat pertama dan utama untuk para capres muda adalah popularitas," kata Burhanuddin.
Pada kesempatan yang lain, mantan Menteri Pemuda dan Olah Raga periode 2004-2009, Adhyaksa Dault, mengatakan bahwa para tokoh muda tersebut sebenarnya sudah ada, namun terbentur sistem yang ada.
"Sebenarnya banyak tokoh-tokoh muda di luar kepartaian yang `bersih` dan memiliki idealisme tinggi, namun terbentur oleh sistem kepartaian yang dianut," ujarnya.
"Pola rekruitmen yang berjalan saat ini adalah kepartaian, oleh sebab itu tokoh yang muncul juga berasal dari partai-partai. Mekanisme yang disepakati memang seperti itu. Jadi, selama sistem ini masih berlaku, maka para tokoh muda berkualitas dan bersih harus menunggu".
Menurut Adhyaksa, permasalahan lain muncul tatkala tokoh muda terkenal yang berasal dari partai, tercoreng namanya akibat masalah yang terkait dengan proses hukum dan belum terbukti dari proses peradilan.
"Saya berharap masyarakat tidak menyamaratakan bahwa semua tokoh-tokoh muda yang berasal dari partai pasti bermasalah. Itulah sebabnya partai harus memiliki kader yang benar-benar berkualitas," kata Adhyaksa.
Adhyaksa menambahkan, bahwa dirinya optimis Indonesia akan menuju sebagai negara yang maju, asalkan para pemimpin menjiwai betul sila keempat dari Pancasila, yang berbunyi, `Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan, dalam permusyawaratan perwakilan`.
"Rakyat kita memang perlu dipimpin oleh pemimpin yang memiliki hikmat, sementara hikmat itu dimiliki oleh orang yang dekat dengan Tuhan. Bila pemimpin berhikmat, maka dia akan bijaksana dalam kepimpinannya," ujar Adhyaksa.
Ia juga menekankan agar sila keempat itu tidak hanya menjadi sekadar slogan, namun juga dapat diimplementasikan dengan jelas oleh para pemimpin.
(SDP-02)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011