Mogadishu (ANTARA News) - Kelompok garis keras Al-Shabaab hari Minggu menyebut seorang warga negara AS keturunan Somalia sebagai salah satu dari dua pelaku pemboman bunuh diri di sebuah pangkalan militer pro-pemerintah di Mogadishu.
Sejumlah stasiun radio menyiarkan apa yang mereka sebut pesan terakhir dari Abdusalam al-Muhajir, yang mengatakan bahwa ia "ingin menjadi syuhada" setelah menghabiskan waktu dua tahun terakhir untuk berjuang bersama gerilyawan tersebut, lapor AFP.
"Saya seorang warga negara Amerika yang dibesarkan di AS setelah orang-tua saya membawa saya ke sana ketika berusia dua tahun," katanya dalam pesan itu, yang disiarkan sehari setelah serangan terhadap pangkalan Uni Afrika di ibu kota Somalia tersebut.
Sheikh Mohamed Ibrahim, seorang juru bicara Al-Shabaab, mengatakan kepada AFP, "Dua pejuang mujahidin muda dan berani, seorang diantaranya datang dari AS, memimpin serangan suci yang menewaskan banyak musuh kemarin."
Pasukan penjaga perdamaian Uni Afrika (AMISOM) di Mogadishu mengeluarkan sebuah pernyataan setelah serangan itu yang mengatakan, "pasukannya memukul balik serangan teroris yang terkait dengan Al-Qaida terhadap salah satu posisi mereka di daerah pinggiran kota itu".
"Selama serangan gagal itu, penyerang bom bunuh diri meledakkan diri mereka, namun ekstrimis tidak bisa menguasai posisi AMISOM".
Pernyataan itu tidak menyebutkan jumlah korban dalam serangan itu.
Dalam pernyataan yang dikeluarkan Sabtu, Al-Shabaab mengklaim membunuh 80 prajurit Uganda dalam pertempuran yang berlangsung dua jam.
Uganda dan Burundi adalah pemasok 9.000 prajurit AMISOM yang kini ditempatkan di Somalia, yang bertugas melindungi pemerintah sementara Somalia.
Al-Shabaab menarik diri dari Mogadishu pada Agustus namun memperingatkan, mereka akan melancarkan serangan-serangan gerilya ke kota pesisir itu seperti pemboman mobil bunuh diri dan serangan pembunuhan.
Somalia kini dilanda kelaparan parah akibat kekeringan terburuk yang terjadi negara itu, dan PBB telah mengumumkan Mogadishu dan empat wilayah Somalia selatan sebagai zona kelaparan serta memperingatkan bahwa kelaparan bisa meluas ke seluruh penjuru negara itu.
Kondisi itu diperumit oleh bentrokan-bentrokan yang terus terjadi antara pasukan Somalia serta Uni Afrika sekutunya dan gerilyawan Al-Shabaab.
Bentrokan-bentrokan itu berlangsung ketika badan-badan bantuan internasional berusaha mencari cara untuk menyerahkan bantuan makanan kepada penduduk yang tinggal di kawasan yang dilanda kelaparan, khususnya daerah-daerah Somalia selatan yang dikuasai kelompok Al-Shabaab yang terkait dengan Al-Qaida.
Badan-badan bantuan menarik diri dari Somalia selatan pada awal 2010 setelah ancaman terhadap staf mereka dan aturan semakin keras yang diberlakukan terhadap aktivitas mereka oleh Al-Shabaab, yang dimasukkan ke dalam daftar kelompok teror oleh Washington.
Militan pada Juli mengatakan, kelompok bantuan asing bisa kembali lagi ke wilayah itu, namun seorang juru bicara Al-Shabaab mengatakan kemudian bahwa larangan operasi terhadap mereka masih tetap diberlakukan.
Al-Shabaab yang bersekutu dengan Al-Qaida mengobarkan perang selama empat tahun ini dalam upaya menumbangkan pemerintah sementara Somalia dukungan PBB yang hanya menguasai sejumlah wilayah di Mogadishu. (M014)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011