... dana itu terkategori sebagai peran serta masyarakat untuk mendukung tugas-tugas polisi atau merupakan uang suap...

Jakarta (ANTARA News) - "Indonesia Police Watch" mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi segera mengusut bantuan dana PT Freeport Indonesia ke Kepolisian Indonesia dan dugaan penyimpangan dana Otonomi Khusus (Otsus) Papua.

"Hal ini perlu dilakukan mengingat konflik di Papua terus berkecamuk," kata Ketua Presidium IPW Neta S Pane di Jakarta, Minggu.

PT Freeport Indonesia menyatakan telah mengalokasikan dana 14 juta dolar Amerika Serikat per empat bulan kepada Kepolisian Indonesia. Kepala Kepolisian RI Jenderal Pol Timur Pradopo mengatakan dana itu untuk "biaya makan anggota" polisi di Papua.

"Untuk itu KPK harus turun tangan mengusut kasus ini. Apakah dana itu terkategori sebagai peran serta masyarakat untuk mendukung tugas-tugas polisi atau merupakan uang suap," kata Neta yang juga deklarator Komite Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Jika bantuan dana itu terkategori suap dan gratifikasi, oknum pejabat Polri yang menerimanya bisa dibawa ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, katanya.

"Selain itu, pemberian dana itu bisa mengarah pada politik adu domba antara aparat keamanan dengan rakyat Papua, khususnya buruh yang didiskriminasi maupun rakyat di sekitar Freeport," kata Neta.

Dugaan dana itu sebagai suap didasarkan pada kenyataan bahwa dalam menangani konflik di sekitar daerah tambang tersebut, aparat keamanan cenderung tidak netral dan mengarah pada sikap memusuhi masyarakat, katanya.

"Jika dalam penelusuran KPK terbukti dana itu ternyata berupa suap terhadap oknum aparat yang ditindak tidak hanya aparatnya, tapi pejabat Freeport juga harus dibawa ke pengadilan Tipikor," kata Neta.

KPK juga harus mendesak Freeport dimoratorium, dihentikan dan diusir dari Papua, karena cenderung mengarah kepada praktik-praktik politik adu domba seperti yang dilakukan kolonial Belanda dulu, kata Neta.

"Sejak awal Freeport sebenarnya sudah melakukan manipulasi, dengan mengatakan yang mereka tambang adalah tembaga, padahal yang mereka keruk sesungguhnya adalah emas dan bukan mustahil juga uranium," kata Neta. (S035)

Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2011