Timika (ANTARA) - Tokoh masyarakat Kabupaten Mimika, Athanasius Allo Rafra, meminta pemerintah pusat ke depan lebih serius membangun kesejahteraan rakyat Papua, terutama setelah adanya penambahan sejumlah provinsi baru di wilayah ujung timur Indonesia itu.
"Sebagai anak yang lahir di Papua dari orang tua saya yang sudah berpuluh-puluh tahun datang mengabdi di Papua, saya melihat bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat asli Papua sampai dengan saat ini masih memprihatinkan dan ini membutuhkan perhatian serius dari Pemerintah Pusat," kata dia, di Timika, Papua, Kamis.
Mantan penjabat bupati Mappi dan Mimika pada era 2006 hingga 2008 itu menyebut keputusan pemerintah pusat bersama DPR untuk membentuk sejumlah provinsi baru di Papua sudah dipikirkan dan dipertimbangkan secara matang, jauh-jauh hari sebelumnya, untuk tujuan mempercepat pembangunan masyarakat setempat, terutama Orang Asli Papua (OAP).
Baca juga: Ketua DPR: Tiga provinsi baru di Papua untuk pemerataan pembangunan
"Setelah adanya UU Nomor 21/2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua ternyata sampai sekarang kemajuan yang diharapkan itu tidak bisa terwujud sehingga belajar dari semua itu maka diusulkan untuk dibentuk sejumlah daerah otonomi baru. Saya berharap ini tidak sekedar hanya membagi wilayah dan ajang bagi-bagi kekuasaan, tapi harus ada kebijakan-kebijakan yang berubah," ujar dia.
Sebagai contoh, katanya, pemerintah perlu membuat terobosan kebijakan berkaitan dengan hak-hak dasar masyarakat adat mengelola hasil hutan mereka, demikian pun di bidang perikanan, pertanian dan lainnya.
Baca juga: Pembangunan infrastruktur TIK di Papua tetap berjalan
"Kebijakan-kebijakan yang dibuat harus lebih berpihak kepada rakyat, jangan hanya menguntungkan pengusaha. Kalau masyarakat buka hutan untuk tebang dan jual kayu lantas diproses hukum, tapi kalau pengusaha kuasai lahan sampai berpuluh-puluh dan beratus-ratus hektare tidak diapa-apakan. Praktik semacam itu harus distop," katanya.
Sebagai ASN yang berpuluh-puluh tahun mengabdi di Papua, dia juga mengingatkan para ASN yang bekerja di wilayah itu agar sungguh-sungguh bekerja dan mengabdi untuk melayani rakyat, bukan malah mencari kesempatan untuk memperkaya diri.
Baca juga: Kemarin, latihan pratugas di Papua hingga Maruli jadi Pangkostrad
Tidak itu saja, dia juga mengingatkan warga non Papua yang datang ke Papua untuk mengadu nasib untuk tidak serakah mau menguasai segala-galanya baik jabatan di pemerintahan, tanah atau lahan, proyek maupun hal-hal lain yang justru membuat peluang dan kesempatan OAP untuk bisa berkembang menjadi tertutup.
"Dalam hal penerimaan pegawai harus benar-benar memperhatikan hak warga asli Papua. Jangan sampai semua jabatan dan eselon di pemerintahan direbut oleh orang luar, lalu bagiannya orang asli dimana? Yang lebih ironis, orang baru datang satu dua hari di Papua, sudah bisa jadi pegawai, sementara yang bertahun-tahun mengabdi tidak pernah diperhatikan," ujar mantan Kepala Biro Tata Pemerintahan Setda Provinsi Papua itu.
Baca juga: Bappenas: RIPP Papua 2022-2041 didasarkan pada SDGs
Banyaknya praktik penyimpangan tata kelola pemerintahan di Papua yang hanya menguntungkan segelintir orang, terutama warga dari luar Papua, katanya, membuat banyak orang Papua menyatakan tidak puas dan memicu gejolak politik dimana-mana hingga mengorbankan banyak nyawa manusia tidak berdosa.
"Mari kita bangun Papua dengan hati yang bersih, jujur dan berkeadilan. Selama hak-hak dasar orang Papua tidak diperhatikan maka mau bagi wilayah berapa banyak pun entah jadi provinsi maupun kabupaten/kota maka akan sama saja, rakyat Papua tetap tidak akan puas dan tetap hidup miskin di atas kekayaan alam yang luar biasa yang mereka miliki," ujar dia.
Beberapa waktu lalu Badan Legislatif DPR telah menyetujui pengusulan hak inisiatif tiga RUU Daerah Otonom Baru di Papua yaitu calon Provinsi Papua Selatan, calon Provinsi Papua Tengah dan calon Provinsi Papua Pegunungan Tengah.
Baca juga: Kemarin, latihan pratugas di Papua hingga Maruli jadi Pangkostrad
Pewarta: Evarianus Supar
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2022