Sudah lama tidak terdengar dentuman khas meriam bambu di perkotaan Daik

Tanjungpinang (ANTARA) - Malam likuran atau biasa disebut tujuh likur pada bulan Ramadhan 1443 Hijriah di Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau (Kepri) akan dimeriahkan dengan lomba permainan tradisional khas Melayu meriam bambu bertema "Dentum Ramadhan".

Lomba meriam bambu ini digelar pemuda setempat pada tanggal 27 hingga 29 April 2022 di Lapangan Hang Tuah, Daik Lingga.

"Sudah lama tidak terdengar dentuman khas meriam bambu di perkotaan Daik. Biasanya mewarnai selama bulan suci Ramadhan," kata Kepala Dinas Pariwisata Pemprov Kepri Buralimar di Tanjungpinang, Kamis.

Buralimar menyambut baik kegiatan ini, karena permainan khas anak-anak Melayu tersebut bagian dari semaraknya bulan Ramadhan.

Menurut dia permainan meriam bambu sejak dulu selalu ada saat menjelang berbuka puasa atau usai shalat tarawih, namun kini masyarakat lebih sering mendengar suara petasan.

“Semoga lewat perlombaan ini bisa melestarikan permainan anak-anak Melayu saat bulan Ramadhan. Ya, inilah warna-warni kemeriahan dari tradisi kita, sekaligus mempererat silaturahmi masyarakat,” ujarnya.

Baca juga: Jelang Ramadhan, masyarakat Melayu laksanakan tradisi kenduri arwah

Baca juga: Warga Negeri Hila mempertahankan tradisi hadrat selama Ramadhan

Sementara itu, Ketua Pelaksana Rustam Efffendi menerangkan kegiatan ini dalam rangka mengangkat kearifan lokal dan melestarikan tradisi pada bulan Ramadhan dan menampung kreativitas yang dilakukan masyarakat Lingga itu sendiri.

Selain itu, juga sebagai wujud syukur dan kegembiraan karena telah berhasil menunaikan ibadah puasa selama bulan Ramadhan.

"Kegiatan ini sekaligus untuk memeriahkan rangkaian pintu gerbang pelita pada malam tujuh likur. Kita laksanakan bersama masyarakat Lingga dengan beberapa ketentuan yang tercantum pada pamflet dentum Ramadhan," ujarnya.

Ia menyatakan kegiatan tersebut juga akan disejalankan oleh rekan-rekan generasi pesona Indonesia (GenPi) Lingga memasang pelita atau lampu minyak yang telah menjadi budaya malam likuran di sepanjang jalan.

Perlombaan dibuka dengan kuota 64 tim dan satu tim terdiri dari tiga orang. Masing-masing tim menyiapkan bedil bambu dengan ukuran minimal 1,5 meter dan memiliki keamanan serta tiang pancang tegaknya.

Lomba ini tidak memperbolehkan menggunakan karbit, murni menggunakan Bahan Bakar Minyak (BBM). Pelaksanaannya pada pukul 21.00 WIB sampai dengan pukul 23.00 WIB, setelah shalat tarawih.

"Juri yang menilai ada dari LAM Kabupaten Lingga, Dinas Pariwisata, Dinas Kebudayaan dan tokoh masyarakat," Demikian Rustam.

Baca juga: Kerinduan perantau lahirkan tradisi pembagian bubur samin di Jayengan

Baca juga: Masyarakat Negeri Larike masih merawat tradisi "tunggu batal"

Pewarta: Ogen
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2022