Jalur Gaza (ANTARA News) - Tak ada pesta, dan juga tak ada perayaan, ketika Aida al-Qaddumi --perempuan berusia 22 tahun dari Jalur Gaza-- akhirnya menikah pada pekan terakhir Januari 2009.
Juga tak ada penyesalan dalam diri Aida. Bahkan, ia mengatakan, akan menikah untuk melahirkan syuhada dan berharap, agar kelak anaknya dapat meninggal sebagai syahid di Israel.
Tiga pekan serangan mematikan Israel ke Jalur Gaza memaksa penundaan pernikahannya, yang semula dijadwalkan 7 Januari 2009, tapi tidak menggeser keinginan Aida.
Meskipun demikian, mempelai wanita itu tetap pergi salon kecantikan di kabupaten utama di kota tersebut, Rimal, untuk menata rambutnya dan merias wajahnya bagi hari istimewa itu, Kamis (29/1).
Sang mempelai pria, Fadel al-Ghul, saudara Menteri Kehakiman Gerakan Perlawanan Islam (HAMAS), Faraj, siap menjemput calon istrinya beberapa jam kemudian.
Kedua orang itu telah sepakat bahwa untuk menghormati orang-orang yang gugur --lebih dari 1.300 orang Palestina dari Jalur Gaza-- takkan ada kegembiraan berupa pesta tradisional.
Selain jumlah korban jiwa yang sangat banyak, gedung pernikahan yang disewa untuk pesta juga telah rata dengan tanah akibat bom Israel, demikian laporan kantor berita Prancis, AFP.
Di salon kecantikan, Aida ditemani oleh beberapa temannya; semuanya mengenakan pakaian Muslimah --yang menutup mulai dari kepala sampai kaki mereka-- dan mereka duduk tenang di satu sudut salon.
Sang mempelai perempuan mengenakan jubah panjang berwarna putih dengan hiasan kerlap-kerlip berwarna perak, dan wajahnya tertutup cadar.
Dengan suara perlahan, Aida menyatakan bahagia dapat menikah, tapi sedih akibat penghancuran dan korban jiwa.
"Salah seorang teman perempuan saya kehilangan saudara dan beberapa sepupunya. Banyak keluarga kehilangan anak," kata Aida sebagaimana dilaporkan AFP.
Wilayah Shujaiya, tempat ia tinggal, adalah salah satu kubu HAMAS yang menghadapi serangan sengit dari tentara Israel. Puluhan orang, banyak di antara mereka warga sipil, gugur dan puluhan rumah hancur.
Sejalan dengan budaya lokal, pasangan baru tersebut hidup di rumah keluarga suami di permukiman Nasser.
"Selama serangan itu, beberapa bangunan di sekitar kami dibom. Alhamdulillah, rumah kami tidak kena. Kami hidup dalam ketakutan setiap hari," ujarnya.
Rujukan agama mengisi percakapannya, dan ketika ditanya apa yang ia harap akan dilakukannya dalam hidupnya, ia hanya berkata, "Hidup saya berada di tangan Allah."
Namun, suaranya meninggi setiap kali berbicara mengenai Israel.
"Mereka pembohong semua di Israel,. Tak ada senjata di masjid atau di sekolah, tapi mereka tetap membom semuanya. Mereka membunuh anak-anak. Dunia menyaksikan gambarnya, namun tak berbuat apa-apa," katanya.
Israel menuduh petempur HAMAS "bersembunyi di antara penduduk sipil untuk menembakkan roket serta menyimpan senjata di masjid".
Aida mengatakan, anak-anaknya akan dibesarkan dan diajarkan di atas segalanya bahwa satu-satunya jalan yang mungkin ditempuh untuk dapat masuk surga adalah melakukan perlawanan.
Fadel (35) tiba dengan mengenakan pakaian berwarna gelap. Ia telah bekerja selama beberapa tahun di salah satu perhimpunan utama derma yang didirikan pada 1970-an oleh pendiri HAMAS, Sheikh Ahmed Yassin.
Memerangi Israel adalah satu kewajiban, kata Fadel. "Kami hidup di sini di tanah kami, tanah perlawanan. Mereka ingin membunuh kami tapi kami akan membunuh mereka lebih dulu," ujarnya.
Ia menegaskan, "Selama operasi itu mereka telah menghancurkan bangunan, rumah dan masjid tapi mereka tak berhasil menghancurkan kelompok yang melancarkan perjuangan."
Uni Eropa (UE) dan Amerika Serikat (AS) memasukkan HAMAS dalam daftar organisasi teroris, dan telah menolak untuk berunding dengan kelompok pejuang Palestina tersebut. Padahal, HAMAS menang dalam pemilihan umum pada Februari 2006, mengalahkan faksi sekuler Fatah pimpinan Presiden Palestina, Mahmud Abbas, yang mendapat dukungan Barat. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2009
Perang ini tidak akan pernah berakhir, sampai kepada akhir zaman ...
Akan selalu terjadi saling menjajah dan menguasai, demikianlah keadaanya karena manusia lebih mencintai \\\"kehormatan\\\" daripada \\\"hidup\\\" dari YME itu