Jakarta (ANTARA News) - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menilai anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Rusadi Kantaprawira melanggar peraturan terkait pengadaan barang dan jasa Pemilu, khususnya tinta dalam Pemilu legislatif 2004. "Dalam fakta di persidangan terungkap bahwa terdakwa melakukan penunjukan langsung rekanan pengadaan tinta pemilu legislatif 2004," kata Gusrizal, anggota majelis hakim saat membacakan pertimbangan di Pengadilan Tipikor di Jakarta, Jumat. Dalam pertimbangannya, majelis hakim menilai bahwa Rusadi yang saat itu juga menjabat sebagai Ketua Panitia Pengadaan Tinta Pemilu Legislatif 2004 bersama-sama dengan Sekertaris Panitia Akhmad Rojadi telah bekerja sama untuk menentukan harga perkiraan sendiri (HPS) yang tidak sesuai dengan yang disyaratkan oleh Keppres No.80/2002. "Akhmad Rojadi oleh terdakwa diperintahkan untuk mmbuat HPS padahal seharusnya itu dilakukan oleh ahli. Saksi Akhmad Rojadi kemudian dengan tindakannya sendiri membuat HPS dibawah Rp30 ribu secara asal untuk setiap botol tinta," katanya. Hal tersebut, kata dia, menyimpang dari pasal 13 Keppres No.80/2002. Majelis hakim yang diketuai oleh Krena Menon juga menilai Rusadi telah melakukan kesalahan dengan menunjuk lebih dari satu pemenang untuk perusahaan penyedia tinta impor dan tinta lokal. "Seharusnya, panitia hanya mengusulkan satu saja pemenang yaitu PT Mustika Indra Mas untuk tinta impor tetapi kemudian panitia menunjuk tiga perusahaan lainnya sehingga menjadi empat perusahaan," katanya. Terdakwa sebagai Ketua Panitia Pengadaan Tinta juga seharusnya tidak memberlakukan rayonisasi pengadaan tinta yang dibagi menjadi empat zona untuk seluruh Indonesia karena PT Mustika Indra Mas sudah menyanggupi untuk menyediakan tinta bagi Pemilu Legislatif ke seluruh Indonesia. Demikian juga untuk tinta lokal, panitia ternyata tidak hanya menunjuk PT Print Colour sebagai pemenang tetapi juga dua perusahaan lainnya. "Sehingga untuk tinta impor terdakwa terbukti memperkaya koorporasi yaitu Pt Lina, PT Vulcomas dan PT Wahgo masing-masing senilai Rp800 juta, Rp415 juta dan Rp800 juta," kata I Made Hendra, salah seorang anggota majelis hakim. Sementara untuk perusahaan yang membuat tinta lokal, terdakwa dinilai memperkaya PT Cipta Tora senilai Rp941 juta dan PT Sagarindo senilai Rp900 juta. "Oleh karena itu, terjadi kerugian negara sebesar Rp1,382 miliar dari selisih kontrak tinta impor dan lokal yang terjadi," katanya. Dia memaparkan, nilai kontrak untuk penyediaan tinta impor yang dibayarkan dengan uang negara adalah Rp33,202 miliar seharusnya bila hanya ada satu pemenang nilai uang yang dibayarkan hanya Rp32,281 miliar sehingga terjadi selisih yang menjadi kerugian negara sebesar Rp920 juta. Sementara untuk tinta lokal, nilai kontrak yang dibayarkan dengan uang negara sebesar Rp2,941 miliar padahal bila hanya ada satu perusahaan maka nilai yang dibayarkan hanyalah Rp2,480 miliar sehingga terjadi selisih kerugian negara sebesar Rp461 juta. Untuk itu maka majelis hakim menjatuhkan vonis empat tahun penjara dan mewajibkan Rusadi membayar denda senilai Rp200 juta subsider dua bulan penjara dan membayar ganti rugi negara senilai Rp1,382 miliar secara tanggung renteng, maksimal satu bulan setelah adanya kekuatan hukum tetap. Menanggapi putusan yang dijatuhkan kepadanya, baik Rusadi maupun kuasa hukumnya, antara lain Hotman Paris Hutapea dan Nadeak menyatakan banding. "Saya menyatakan banding atas putusan itu," kata Rusadi. Sementara itu, salah seorang anggota tim JPU Yessi S Miralda menyatakan pihaknya pikir-pikir atas putusan majelis hakim.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006