Beijing (ANTARA News) - Satu kantor pemerintah di daerah terpencil Tibet dihantam ledakan tetapi tidak menimbulkan korban meskipun meningkatkan ketegangan setelah serangkaian protes, kata stasiun radio, Kamis malam.

Radio Free Asia, yang berkantor di Washington, mengatakan sebuah bom meledak menghantam satu kantor pemerintah kota, Rabu di Changdu, Tibet.

"Pada 26 Oktober pagi, ada ledakan di satu kantor pemerintah lokal." kata radio itu dalam laman internetnya, mengutip seorang anggota parlemen Tibet di pengasingan , yang berpangkalan di India, yang tidak bersedia namanya disebutkan.

"Tidak ada korban dilaporkan," katanya seperti yang dikutip laporan itu. "Ledakan itu tidak menimbulkan korban karena tidak ada orang di kantor itu. Dinding gedung itu juga bertuliskan slogan-slogan menuntut kemerdekaan bagi Tibet, dan selebaran tersebar di lokasi itu."

Daerah itu kini berada dalam keamanan yang ketat, katanya.

Media yang dikuasai pemerintah China tidak menyiarkan berita insiden itu. Telepon berulang-ulang ke kantor-kantor pemerintah di Changdu--yang warga Tibet menamakannya Chamdo-- tidak ada jawaban dan seorang polisi di sana mengatakan ia tidak mendengar informasi tentang ledakan itu.

Jika dikonfirmasikan, insiden itu dapat meningkatkan ketegangan di daerah-daerah etnik Tibet, di mana banyak warga lokal marah atas kehadiran pemerintah China dan pengawasannya pada agama Buddha Tibet.

Republik Rakyat China menguasai Tibet sejak pasukan komunis menduduki tahun 1950 dan Beijing mengatakan kebijakannya telah menimbulkan banyak pembangunan yang membutuhkan penduduk miskin di daerah pegunungan, serta kebebasan untuk menjalankan agama.

Daerah-daerah Tibet di provinsi Sichuan , yang bertetangga dengan Daerah Otonomi Tibet, dilanda serangkaian protes oleh para biarawan Buddha dan biarawati dalam bulan-bulan belakangan ini.

Dalam protes terbaru seperti itu, seorang biarawan membakar dirinya dengan bensin, Selasa. Etnik Tibet ke sepuluh tahun ini melakukan protes yang ekstrim itu , kata satu kelompok advokasi diluar negeri.

Pada Maret 2008, protes-protes dan aksi-aksi kekerasan yang menimbulkan korban jiwa terhadap kehadiran China meluas di seluruh wilayah Tibet, yang memicu kadang-kadang bentrokan yang menimbulkan korban jiwa dengan pasukan dan polisi.

Pemimpin spiritual Tibet di pengasingan Dalai Lama, yang China kecam sebagai pendukung separatisme bagi tanah airnya pekan lalu memimpin ratusan biarawan, biarawati Tibet di India utara untuk mendoakan mereka yang membakar diri sampai mati atau mereka yang dipenjarakan.

Dalai Lama membantah mendukung aksi kekerasan dan menegaskan ia hanya menginginkan satu otonomi riil bagi kampung halamannya, dari mana ia lari tahun 1959 setelah satu pemberontakan gagal terhadap pemerintah China.

Tetapi kementerian luar negeri China mengatakan Dalai Lama harus memikul tanggung jawab atas aksi pembakaran diri itu dan menegaskan kembali sikap Beijing bahwa para warga Tibet bebas menjalankan agama Buddha mereka., demikian Reuters melaporkan.

(SYS/H-RN/H-AK)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011