Perth, Australia (ANTARA News) - Pemerintah Sri Lanka hari Kamis berusaha menolak tuduhan kejahatan perang dan menyebutnya sebagai propaganda dari saingan-saingan yang kalah, ketika negara itu mendapat tekanan yang meningkat menjelang pertemuan puncak Persemakmuran.
Seorang juru bicara Presiden Sri Lanka Mahendra Rajapakse menyebut sebagai "tidak adil" fokus utama mengenai masalah itu menjelang pertemuan Jumat yang dihadiri para pemimpin Persemakmuran yang mencakup 54 negara di kota Perth, Australia, lapor AFP.
"Ini mesin propaganda licin dari sisa-sisa LTTE," kata juru bicara Bandula Jayasekera kepada saluran berita ABC, menunjuk pada Macan Pembebasan Tamil Eelam (LTTE) dan para pendukungnya di luar negeri.
Pasukan Sri Lanka meluncurkan ofensif besar-besaran untuk menumpas LTTE pada 2009 yang mengakhiri perang etnik hampir empat dasawarsa di negara tersebut.
Kemenangan pasukan Sri Lanka atas LTTE menyulut tuduhan-tuduhan luas mengenai pelanggaran hak asasi manusia.
Perdana Menteri Australia Julia Gillard membahas masalah itu dengan Rajapakse selama pertemuan Rabu di Perth, dan isu tersebut diperkirakan menjadi bahasan utama selama Pertemuan Kepala Pemerintah Persemakmuran (CHOGM) yang berlangsung tiga hari.
"Ini kabar angin. Ini hanya tuduhan-tuduhan... Kami telah mengakhiri teror 30 tahun," kata Jayasekera.
Pada forum bisnis Persemakmuran di Perth, Kamis, Rajapakse menegaskan lagi bahwa pemerintah telah menumpas sebuah organisasi "teroris" ketika mengalahkan Macan Tamil.
"Pada akhir kekerasan teroris, adalah sangat penting untuk memajukan negara ke jalur pembangunan ekonomi dan sosial," kata Rajapakse.
Sri Lanka menolak seruan internasional bagi penyelidikan kejahatan perang dan menekankan bahwa tidak ada warga sipil yang menjadi sasaran pasukan pemerintah. Namun, kelompok-kelompok HAM menyatakan, lebih dari 40.000 warga sipil mungkin tewas akibat aksi kedua pihak yang berperang.
Pemerintah Sri Lanka pada 18 Mei 2009 mengumumkan berakhirnya konflik puluhan tahun dengan Macan Tamil setelah pasukan menumpas sisa-sisa kekuatan pemberontak tersebut dan membunuh pemimpin mereka, Velupillai Prabhakaran.
Pernyataan Kolombo itu menandai berakhirnya salah satu konflik etnik paling lama dan brutal di Asia yang menewaskan puluhan ribu orang dalam berbagai pertempuran, serangan bunuh diri, pemboman dan pembunuhan.
Macan Pembebasan Tamil Eelam (LTTE) juga telah mengakui bahwa Velupillai Prabhakaran tewas dalam serangan pasukan pemerintah Sri Lanka.
Pertempuran antara pasukan pemerintah dan pemberontak LTTE meningkat sejak pemerintah secara resmi menarik diri dari gencatan senjata enam tahun pada Januari 2008.
Pembuktian independen mengenai klaim-klaim jumlah korban mustahil dilakukan karena pemerintah Kolombo melarang wartawan pergi ke zona-zona pertempuran.
PBB memperkirakan, lebih dari 100.000 orang tewas dalam konflik separatis Tamil setelah pemberontak Macan Tamil muncul pada 1972.
Sekitar 15.000 pemberontak Tamil memerangi pemerintah Sri Lanka dalam konflik etnik itu dalam upaya mendirikan sebuah negara Tamil merdeka.
Masyarakat Tamil mencapai sekitar 18 persen dari penduduk Sri Lanka yang berjumlah 19,2 juta orang dan mereka terpusat di provinsi-provinsi utara dan timur yang dikuasai pemberontak. Mayoritas penduduk Sri Lanka adalah warga Sinhala. (M014)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011