Jakarta (ANTARA News) - Metodologi Montirisme (rekayasa sosial) dinilai efektif untuk menfilter (menyaring) budaya asing serta dapat mengaktualisasi diri dalam kemajuan jaman dan teknologi yang berkembang pesat sat ini, kata mantan praktisi Jurnalis, Sujarwo.
Sujarwo mengemukakan hal itu kepada pers di Jakarta, Kamis, dalam menyambut Hari Sumpah Pemuda ke-83 yang jatuh pada Jumat, 28 Oktober 2011.
Menurut dia, dengan metodologi montirisme pada tataran individu, maka akan bisa melakukan rekayasan sosial, sementara secara komunal akan dapat menciptakan kesadaran kolektif, sehingga semua elemen masyarakat dapat saling melakukan koreksi sesuai dengan pengertian tentang makna dan fungsi seorang montir," katanya.
Dia menjelaskan, dengan montirisme, setiap individu dapat berperan sebagai "problem solver" bagi dirinya sendiri maupun masyarakat sekitarnya.
"Semua terapi yang digunakan senantiasa berdasarkan dengan konstruksi budaya asli yang dimiliki oleh bangsa Indonesia, sehingga identitas ke-Indonesiaan kita senantias terjaga," ujar penelis buku "the God's Initial Montirisme.
Sujarwo mengatakan, menjelang Hari Sumpah Pemuda, 28 oktober 2011, para pemuda Indonesia perlu melakukan
re-instrospeksi dan re-orientasi tentang makna dan tujuan hidup berngsa dan bernegara.
"Kemajuan teknologi informasi yang pesat serta infiltrasi budaya asing yang keras tanpa dibarengi filter yang kuat akan berdampak terjadinya pergeseran budaya, sehingga dalam skala tertentu, bisa mengakibatkan para pemuda dapat kehilangan jati diri bangsa," katanya.
Sujarwo mengkhawatirkan, jika dampak dari kemajuan teknologi dan infiltrasi budaya asing tidak ditanggulangi secara serius oleh seluruh pemangku kepentingan bangsa Indonesia, maka bukan mustahil akan terjadi pergeseran nilai asli bangsa Indonesia yang sangat jauh.(*)
Pewarta: Ruslan Burhani
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011