Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan pembelian divestasi saham PT. Newmont Nusa Tenggara merupakan pelaksanaan investasi pemerintah bukan bentuk penyertaan modal.
"Kami dari pemerintah khususnya Kemenkeu berkeyakinan bahwa pembelian tujuh persen saham divestasi Newmont oleh PT Pusat Investasi Pemerintah ini telah dilaksanakan sesuai dengan proses `good governance` dan peraturan perundang-undangan yang berlaku," kata Direktur Jenderal Kekayaan Negara, Hadiyanto di Jakarta, Kamis.
Hadiyanto menjelaskan dalam pembelian tujuh persen saham itu, pemerintah memakai UU no1/2004 tentang perbendaharaan negara dan PP no1/2008 tentang investasi pemerintah serta peraturan yang berkaitan dengan tata kelola PT Pusat Investasi pemerintah.
Berdasarkan ketentuan pasal 41 UU no1/2004, investasi yang dilakukan pemerintah merupakan investasi jangka panjang dalam bentuk pembelian saham, surat berharga, dan investasi langsung untuk memperoleh manfaat ekonomi, sosial, dan manfaat lainnya.
Sedangkan menurut PP no1/2008, investasi tersebut dapat dilaksanakan oleh suatu satuan kerja yang dibentuk untuk melaksanakan kewenangan operasional Menteri Keuangan dalam pengelolaan dana investasi pemerintah yaitu PT Pusat Investasi Pemerintah.
"Berangkat dari landasan konstitusional itu, pemerintah melakukan berbagai kontrak pemanfaatan sumber daya alam," ujarnya.
Untuk itu, menurut Hadiyanto, berdasarkan ketentuan di atas, maka tidak tepat apabila Menteri Keuangan harus mendapatkan persetujuan DPR terlebih dahulu seperti yang tercantum pada pasal 24 ayat 7 UU no17/2003 tentang keuangan negara.
Pada pasal tersebut tertulis dalam keadaan tertentu untuk penyelamatan perekonomian nasional, pemerintah pusat dapat memberikan pinjaman dan/atau melakukan penyertaan modal kepada perusahaan swasta setelah mendapat persetujuan DPR.
"Karena kalau kita lihat perumusan, pembahasan dan maksud pasal 24 ayat 7 itu adalah keadaan tertentu untuk penyelamatan ekonomi nasional dalam situasi krisis, sehingga UU itu memperbolehkan penyertaan modal negara pada perusahaan swasta sekalipun karena sedang krisis," ujarnya.
Hadiyanto menjelaskan sesuai ketentuan akuntansi, investasi jangka panjang meliputi investasi permanen dan non permanen.
Investasi jangka panjang permanen merupakan bentuk penyertaan modal pemerintah untuk pendirian BUMN atau PT, sedangkan non permanen dalam bentuk pembelian saham, surat berharga dan investasi langsung.
Aspek investasi jangka panjang permanen dan non permanen ini yang menjadi perbedaan cara pandang antara pemerintah dengan DPR serta hasil audit divestasi oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Inilah yang membuat cara pandang BPK berbeda dengan pemerintah, sehingga ada perbedaan cara melihat investasi ini. Pemerintah berpendapat dan berkeyakinan bahwa ini sesuai UU No.1/2004 dan merupakan tindak lanjut dari fungsi bendahara umum negara," ujarnya.
Namun, menurut dia, aturan mengenai pembelian saham tersebut telah disampaikan kepada BPK ketika audit dilakukan. Jadi seharusnya perbedaan cara pandang apakah hal tersebut merupakan penyertaan modal negara atau investasi tidak terjadi, katanya.
"Pada saat melakukan audit, Kemenkeu juga ditanya berbagai hal, landasan hukum yang berkaitan dengan proses. Tentu apa yang disampaikan tadi sudah disampaikan pada BPK. Jadi praktis tidak ada perbedaan antara yang kami jelaskan di sini dengan yang kami jelaskan pada BPK," ujarnya.
Hadiyanto memastikan pelaksanaan pembelian saham senilai 246,8 juta dolar AS ini didasarkan atas pertimbangan Newmont merupakan perusahaan strategis yang mengelola sumber daya alam dan perlu dijaga untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat Indonesia.
"Kiranya perlu kehadiran pemerintah secara langsung dalam pengelolaan Newmont melalui kepemilikan modal melalui pembelian saham divestasi," ujarnya.
(T.S034/A027)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011