Pangkalpinang (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) menggandeng para pelaku usaha sebagai salah satu upaya mencegah kemungkinan terjadinya monopoli pasar sekaligus mewujudkan stabilitas ekonomi agar nilai indeks persaingan usaha semakin meningkat.

"Antara pemerintah dan para pelaku usaha dalam membangun perekonomian, baik nasional maupun daerah, harus berpikir sama dan satu arah di bawah payung konstitusi negara," kata Wakil Gubernur Kepulauan Babel Abdul Fatah di Pangkalpinang, Selasa.

Menurut dia, dalam menjaga stabilitas ekonomi, pemerintah dan pelaku usaha harus berkolaborasi dan berdiri pada pijakan yang sama yaitu konstitusi.

Dia mengatakan demokrasi dalam bidang ekonomi menghendaki adanya kesempatan yang sama bagi seluruh warga negara, dengan memperhatikan keseimbangan kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.

"Sesungguhnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli sudah lama diundangkan, namun hari ini kami masih membahas cukup serius karena kondisi yang terjadi saat ini aneh tapi nyata," katanya.

Dia menjelaskan pada akhir 2021 kondisi perekonomian di Babel dinilai di luar kebiasaan karena komoditas minyak goreng hilang di pasaran; jika pun ada, maka jumlahnya sangat terbatas dengan harga yang tinggi.

Namun, setelah kebijakan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng dicabut, dampaknya ialah di pasaran komoditas itu langsung ada dengan jumlah cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumen.

Baca juga: KPPU dorong TPID Jatim buat program stabilisasi harga

Fenomena itu, menurut dia, bisa menjadi indikator adanya sumbatan komunikasi, koordinasi, dan kolaborasi antara pemerintah dengan para pelaku usaha dalam melaksanakan amanat konstitusi.

Pada kasus itu, landasan pijak antara pelaku usaha dengan pemerintah itu berbeda. Pelaku usaha tetap berpegang pada hukum dan prinsip ekonomi, sedangkan Pemerintah dituntut memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat, katanya.

Guna mewujudkan hal itu, dia mengajak seluruh pihak bersama-sama membangun sense of crisis mengikuti isu strategis terkait pasar, yang kemudian dibahas sampai ke akar permasalahan untuk mencapai solusi terbaik.

"Pencapaian win-win solution sebagai tujuan kami, bukan seperti yang selama ini dilakukan hanya sebatas memantau ketersediaan barang, mengukur pasokan dan permintaan," katanya.

Dengan adanya kolaborasi aktif dan saling peka terhadap kondisi pasar dan pemenuhan hak dasar masyarakat, maka diharapkan bisa memecahkan berbagai permasalahan perekonomian daerah.

Sementara itu, Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Chandra Setiawan mengatakan Indonesia pada 1997-1998 mengalami krisis dalam segala bidang, karena belum mempunyai kemampuan bersaing secara global.

Baca juga: Soal minyak goreng, KPPU temukan bukti terkait dugaan kartel

"Pada masa itu, pelaku usaha di Indonesia tidak bisa bersaing dengan pelaku usaha luar negeri, yang memicu inisiatif DPR pada waktu itu untuk mengusulkan Undang-Undang antipraktik monopoli, sehingga melahirkan UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat," kata Chandra.

Menurut dia, UU Nomor 5 Tahun 1999 itu mengawali lahirnya demokrasi ekonomi dengan tujuan mengawal dan menjaga kepentingan umum, meningkatkan efisiensi ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, mewujudkan iklim usaha yang kondusif, sehingga menjamin adanya kepastian, mencegah praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, serta menciptakan efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.

Manfaatnya, lanjutnya, supaya akses masuk ke pasar semakin terbuka dan membuka ruang peran pelaku usaha yang besar. Selain itu juga menciptakan efisiensi alokasi sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki oleh pelaku usaha serta mendorong inovasi yang berkelanjutan, karena munculnya pelaku-pelaku usaha baru.

"Tugas utama KPPU adalah sebagai penegakan hukum, pengendalian merger, advokasi kebijakan, serta pengawasan kemitraan," ujarnya.

Sanksi bagi pelanggar UU Nomor 5 Tahun 1999 saat ini diatur UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, yang mengubah besaran denda dengan sanksi administrasi pengenaan denda minimal Rp1 miliar, maksimal 50 persen dari keuntungan bersih, selama kurun pelanggaran atau 10 persen dari penjualan selama kurun pelanggaran.

Sedangkan sanksi pidana diberikan berupa denda paling banyak Rp5 miliar atau pidana kurungan paling lama satu tahun sebagai pengganti pidana denda.

Baca juga: KPPU hentikan praktik penjualan minyak goreng bersyarat

Pewarta: Donatus Dasapurna Putranta
Editor: Fransiska Ninditya
Copyright © ANTARA 2022