"Semangatnya bagus. Namun, pembiayaan itu tidak bisa pukul rata. Sebab, kebutuhan setiap parpol tidak sama. Ada parpol besar, menengah, dan kecil. Malah nanti bisa dibilang tidak berkeadilan. Jika wacana Rp500 miliar per parpol per tahun, itu sudah pasti akan membebani APBN," Prasetyo di Jakarta, Selasa.
Prasetyo mengemukakan, besaran bantuan pembiayaan dari negara untuk parpol terbilang relatif.
"Bagi Partai Demokrat, tentunya sangat relatif. Sebab, kebutuhan parpol untuk membiayai berbagai kegiatan sangat besar. Biaya terbesar justru pada saat rakernas, munas atau kongres. Itu bisa mencapai lebih dari Rp1 triliun,” katanya.
Prasetyo berpendapat, pembiayaan oleh negara untuk parpol bisa dilakukan sepenuhnya jika hanya ada sekitar 4 parpol.
“Kalau kondisi seperti di Jerman, tentunya sangat bisa. Sebab, demokrasi di sana sudah sangat sehat. Jika dipaksakan dan menaikkan bantuan oleh negara sudah pasti akan sangat membebani APBN dan penolakan dari masyarakat akan sangat kuat," katanya.
Ketika ditanya berapa biaya operasional sebuah parpol, Prasetyo enggan mengomentarinya secara detail. Namun dia menyebutkan, untuk kegiatan internal Partai Demokrat yang rutin dilakukan setiap tahun, misalnya, kaderisasi, membutuhkan sedikitnya Rp10 miliar per provinsi.
Namun, Partai Demokrat tidak semata-mata mengandalkan pembiayaan dari negara.
"Ya ada bantuan dari simpatisan, dan utamanya dari kader. Partai Demokrat tentunya harus mampu membiayai sendiri atau mandiri dan itu konsekuensi dari parpol,” kata Prasetyo.
Dia berpendapat, kalau mengikuti keinginan parpol tentunya bantuan pembiayaan oleh negara terhadap parpol tidak akan pernah cukup.
"Tapi, kalau sasarannya adalah bantuan untuk kegiatan internal parpol, bisa jadi Rp500 miliar itu cukup. Dana operasional parpol itu lebih banyak untuk kegiatan yang bersifat seremonial semacam kongres," kata dia.(Zul)
Pewarta: Zul Sikumbang
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011