Jakarta (ANTARA News) - Hubungan kerja sama antara Indonesia dan Angola khususnya dalam bidang ekonomi, politik dan sosial budaya, masih belum maksimal, kata mantan Duta Besar Indonesia untuk Namibia merangkap Angola Leonardus Widyatmo.

"Kerja sama Indonesia dan Angola terlebih dalam lingkup ekonomi, politik dan sosial budaya, belum terlaksana secara maksimal karena masih ada hambatan-hambatan yang belum juga teratasi hingga hari ini," kata Widyatmo yang menjadi dubes untuk periode 2007-2011 di Jakarta, Selasa.

Berbicara dalam forum "Debriefing" di kantor Kementerian Luar Negeri, dia lebih jauh mengatakan dalam bidang ekonomi, yang menjadi kendala utama ialah belum terciptanya perjanjian formal yang khusus memayungi kegiatan perekonomian maupun perdagangan antara Indonesia dan Angola.

"Karena belum ada perjanjian formal, maka pengusaha-pengusaha Indonesia tidak berani melakukan ekspansi bisnis ke Angola. Sayang sekali," katanya.

Menurut dia, hambatan yang dijumpai dalam bidang politik adalah tidak adanya duta besar resmi RI untuk Angola.

"Yang ada hanya duta besar RI untuk Namibia merangkap Angola. Itu pun baru dimulai pada 2006 sehingga kerja sama dengan Angola belum berkembang sampai sekarang," katanya.

Instruksi perangkapan tugas dubes RI untuk Namibia mencakup Angola baru secara resmi diterima dan dilaksanakan pada Januari 2006 berdasarkan SK Menlu RI No. 06/2004.

Untuk bidang sosial budaya, tambah Widyatmo, kendala utamanya adalah bahasa.

"Bahasa Inggris sama sekali tidak dikenal oleh masyarakat Angola, kecuali para pejabat pemerintahan. Bahasa yang digunakan masyarakat Angola adalah bahasa Portugis, sementara tidak semua pejabat dan staf KBRI menguasainya," tambahnya.

Di akhir acara, dia berharap pemerintah Indonesia dapat mulai mempertimbangkan pembukaan kantor KBRI di Luanda, ibu kota Angola, mengingat besarnya peluang kerja sama yang dapat terjalin antara Indonesia dan Angola.

(T.SDP-15/M016)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011