Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) meminta agar Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bisa bergerak cepat mendorong transformasi digital sektor keuangan di Indonesia.
"Tidak hanya pada sektor perbankan, digitalisasi keuangan juga sudah menyasar berbagai sektor seperti fintech hingga kripto yang perkembangannya semakin pesat di Indonesia," kata Bamsoet dalam keterangannya di Jakarta Senin.
Sebagai gambaran, kata dia, Kementerian Perdagangan mencatat nilai transaksi aset kripto mencapai Rp64,9 triliun pada 2020 dan meningkat menjadi Rp859,4 triliun pada 2021.
Periode Januari hingga Februari 2022 saja, katanya, nilai transaksinya sudah mencapai Rp83,3 triliun. Pada 2021, kemampuan pasar aset kripto menghimpun dana jauh lebih besar dibandingkan kemampuan pasar modal konvensional yang jumlahnya masih berada pada kisaran Rp363,3 triliun.
Baca juga: Bamsoet harap taksi terbang jadi solusi kemacetan & bisnis kargo
Baca juga: Bamsoet harap taksi terbang jadi solusi kemacetan & bisnis kargo
"Karenanya sangat penting bagi OJK, melalui pengawas bank, pasar modal, IKNB termasuk inovasi keuangan digital (IKD) terlibat dalam pengaturan dan pengawasan perdagangan aset kripto," kata dia.
Kemudian, lanjutnya, pengawasan perlu dilakukan oleh otoritas negara terhadap keberadaan kripto mengingat dalam pertemuan G20 melalui "financial stability board" (FSB) pada Juli 2022 di Bali yang berencana akan merumuskan regulasi.
"Keterlibatan OJK dengan sumber daya manusia yang mumpuni diharapkan bisa mewujudkan ekosistem perdagangan aset kripto yang sehat, serta adanya aturan yang tegas dan jelas bagi para pelaku usaha dan konsumen," kata Bamsoet.
Baca juga: Bamsoet sebut Ehang bantu pendistribusian bantuan bencana di Indonesia
Baca juga: Bamsoet sebut Ehang bantu pendistribusian bantuan bencana di Indonesia
Ia menjelaskan masifnya digitalisasi keuangan tidak terlepas karena berdasarkan laporan Google, Temasek, dan Bain & Company pada 2019.
Dia mengatakan sebanyak 92 juta populasi Indonesia belum bisa mengakses bank dan layanan finansial yang ditawarkan sehingga mereka memanfaatkan teknologi digital untuk mengakses sektor keuangan.
"Di sisi lain, pandemi COVID-19 semakin mempercepat digitalisasi di sektor keuangan. Baik di sektor perbankan maupun transaksi perdagangan aset kripto," kata dia.
Bank Indonesia melaporkan nilai transaksi digital pada kuartal I dan II pada 2021 meningkat 39,39 persen secara tahunan (yoy) menjadi Rp17.901,76 triliun. Bank Indonesia memproyeksikan tren transaksi itu akan meningkat 30,1 persen (yoy) mencapai Rp35.600 triliun sepanjang 2021.
Dia menerangkan digitalisasi perbankan sudah menjadi keniscayaan di berbagai negara dunia seperti halnya yang dilakukan Bank Sentral China, People's Bank of China (PBOC) yang telah meluncurkan yuan digital pada 4 Februari 2022 untuk digunakan para atlet dan penonton Olimpiade Musim Dingin 2022.
Baca juga: Bamsoet: Pemerintah dukung migrasi EV dan ekraf sektor otomotif
Baca juga: Bamsoet: Pemerintah dukung migrasi EV dan ekraf sektor otomotif
China sudah memperluas uji coba penerapan mata uang yuan digital di 11 kota, antara lain dilakukan di Shenzhen, Suzhou, Xiong'an, Chengdu, Shanghai, Hainan, Changsha, Xi'an, dan Qingdao.
"Indonesia melalui Bank Indonesia juga tidak mau ketinggalan, saat ini sedang mengembangkan 'central bank digital currency' (CBDC) atau uang rupiah digital yang bisa digunakan sebagai alat pembayaran sah seperti uang rupiah kertas dan logam saat ini," ucapnya.
Tidak hanya dari sisi bank sentral terkait mata uang, kata dia, digitalisasi perbankan sedang dilakukan bank BUMN dan swasta.
"Tidak lepas karena pesatnya penetrasi internet di Indonesia. Laporan We Are Social bersama dengan Hootsuit menyebutkan ada 202,6 juta pengguna internet di Indonesia," ujar Bamsoet.
Pewarta: Boyke Ledy Watra
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2022