Jakarta (ANTARA News) - Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh kecewa atas putusan Pengadilan Jakarta Barat yang pada Kamis (16/2) yang menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup kepada Ricky Chandra alias Akwang (41), terdakwa dalam kasus narkoba yang sebelumnya dituntut pidana mati. "Kami tahu dan menghormati wewenang pengadilan, tapi seharusnya ada sensitivitas yang sama. Kami minta hukuman mati kenapa putusnya seumur hidup," kata Abdul Rahman Saleh, seusai shalat Jumat di Masjid Baitul Adli, Kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat siang. Ricky Chandra alias Akwang ditangkap di rumahnya pada 10 Mei 2005, polisi mendapati barang bukti berupa 55 kilogram sabu-sabu dan 70 ribu butir ekstasi yang menurut pengakuannya diperoleh dari rekannya bernama Haryono Agus Cahyono alias Seng Hwat. Di rumah Akwang saat itu juga ditemukan enam mobil mewah dan uang tunai Rp1 miliar. Oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Jeffry Huwae, Ricky dinilai terbukti bersalah secara meyakinkan mengedarkan obat-obatan terlarang sebanyak 34 kilogram dan 70 ribu butir ekstasi, dan meminta Majelis Hakim untuk menjatuhkan pidana mati terhadap terdakwa. Pada Kamis 16/2, Majelis Hakim PN-Jakarta Barat yang diketuai Agus Herjono memutus kasus terdakwa Ricky Chandra yang dinyatakan bersalah itu dengan memberikan hukuman pidana seumur hidup. Menurut Arman -demikian Jaksa Agung biasa disapa-, penanganan kasus korupsi dan narkotika kelas besar selayaknya ditangani dengan "bahasa" yang sama walaupun pihaknya tidak akan ikut campur kewenangan pengadilan. "Bandar kelas kakap dijatuhi pidana seumur hidup itu bisa menjadi pesan yang salah bagi penjahat," kata Arman. Terhadap putusan PN-Jakarta Barat itu, Jaksa Agung menyatakan telah memerintahkan pengajuan banding ke Pengadillan Tinggi. (*)
Copyright © ANTARA 2006