Banjarmasin (ANTARA) - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan aliran fee proyek ke Bupati Hulu Sungai Utara (HSU) non-aktif, Abdul Wahid, mencapai Rp31,7 miliar.

Dari fakta persidangan di Pengadilan Tipikor Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Senin, Jaksa Penuntut Umum KPK membacakan dakwaan terhadap Wahid terkait dugaan tindak pidana korupsi dan pencucian uang di hadapan Ketua Majelis Hakim Yusriansyah.

Terdakwa diduga menerima dana bernilai fantastis melalui sejumlah pejabat di lingkungan Dinas PUPRP HSU sejak kurun waktu 2015 hingga 2021.

Baca juga: KPK sita uang Rp4,2 miliar dan aset milik Bupati Hulu Sungai Utara

Pada dakwaannya, JPU mengatakan ada dua kategori aliran dana yang diterima Wahid. Pertama berupa fee terkait penunjukan kontraktor proyek di lingkungan Dinas PUPRP HSU baik yang diterimanya langsung maupun melalui ajudan.

Di antaranya Plt Kadis sekaligus Kabid Sumber Daya Air PUPRP HSU Rp2,8 miliar sejak tahun 2017 hingga 2021. Dari Kabid Binamarga Dinas PUPRP HSU sebesar Rp8,1 miliar sejak tahun 2015 hingga 2018.

Dari Kasi Jembatan Dinas PUPR HSU sebesar Rp18,5 miliar sejak tahun 2019 hingga 2021 dan dari Kabid Cipta Karya sebesar Rp1,7 miliar sejak 2019 hingga 2021.

Baca juga: KPK memanggil 20 saksi kasus TPPU Bupati Hulu Sungai Utara

Kedua berupa aliran dana terkait penunjukkan ASN sebagai pejabat strategis di lingkungan Pemkab HSU sebesar Rp510 juta sejak tahun 2018 hingga 2020.

Dana-dana itu tidak dilaporkan Abdul Wahid dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) miliknya kepada KPK selaku Bupati HSU.

"Dalam LHKPN terdakwa pada Desember 2020 sebagai bupati harta kekayaan Rp5,3 miliar," ujar Tim JPU KPK yang terdiri dari Fahmi Ari Yoga, Hendra Eka Saputra, Rony Yusuf dan Titto Jaelani.

Baca juga: KPK memanggil 17 saksi kasus TPPU Bupati Hulu Sungai Utara

Terkait dakwaan tindak pidana pencucian uang, terdakwa disebut telah menempatkan, membelanjakan atau menggunakan dana tersebut dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaaan melalui sejumlah transaksi.

JPU menyebut, Wahid telah membeli belasan aset berupa tanah dan bangunan di kawasan Amuntai Tengah dan Amuntai Selatan, Kabupaten HSU, Provinsi Kalsel diduga menggunakan dana tersebut dengan nilai total sekira Rp 10,9 miliar. Termasuk pembelian lahan dan pembangunan kompleks gedung Klinik Barata di Amuntai.

Baca juga: KPK panggil dua saksi kasus korupsi Bupati Hulu Sungai Utara

Selain itu, Wahid juga disebut melakukan pembelian kendaraan roda empat senilai Rp539 juta.

Wahid menjalani sidang perdana sebagai terdakwa dengan agenda pembacaan dakwaan oleh JPU KPK. Selain perkara pokok tindak pidana korupsi, dia juga dijerat tindak pidana pencucian uang.

Pewarta: Firman
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2022