Jakarta (ANTARA News) - Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Agung (MA) tak perlu mengembangkan arogansi sektoral, namun harus bersinergi dalam pembangunan hukum sesuai yang digariskan konstitusi, seperti yang diinginkan pencetus reformasi.
"Kedua lembaga hendaknya menjalankan tugas sesuai fungsi masing-masing. Sebagai produk reformasi hukum, KY memang bertugas melakukan pengawasan terhadap kinerja hakim, karena sebelumnya tidak ada institusi yang melakukan pengawasan hakim secara efektif. Namun gagasan KY untuk melakukan kocok-ulang terhadap hakim agung adalah keinginan yang tidak proporsional," kata anggota Komisi III DPR (hukum), Djuhad Mahja SH, di Jakarta, Jum at.
Usulan KY agar pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk melakukan kocok ulang hakim agung itu dianggap sebagai kesalahan fatal. Andaikata usulan itu diterima, menurut Djuhad, sama saja KY memberikan kewenangan mutlak kepada Presiden untuk membuat produk Perppu. "Jika itu yang dilakukan, kami akan menolak," tegasnya.
Soalnya, draft/rancangan Perppu yang diajukan pemerintah kepada DPR, tak boleh diubah, meskipun titik dan komanya. DPR hanya memberikan pendapat setuju atau menolak atas rancangan yang diajukan pemerintah itu.
Hal ini dilihat Djuhad sebagai bentuk intervensi pemerintah/Presiden dalam melakukan 'perbaikan' di dalam lingkup MA, karena itu lahirnya Perppu untuk mengocok hakim agung itu hendaknya dihindari.
Istilah kocok ulang bagi hakim agung, juga dinilainya tidak tepat, karena kedudukan hakim agung ditentukan UU. Misalnya dalam hal usia pensiun hakim agung 65 tahun, karena itu tidak bisa dikocok-ulang. Kecuali jika hakim agung tersebut melakukan pelanggaran kode etik dan UU.
"Kalau usulan kocok ulang hakim agung hanya didasarkan pada mencari-cari kesalahan yang bersangkutan, itu salah besar dan tidak proporsional," kata Djuhad.
Usulan itu juga dinilai sebagai ketidakpahaman KY atas fungsi dan tugasnya. "Yang kita tunggu, sebetulnya bagaimana KY melakukan penelitian terhadap para hakim. Bila ternyata ada pelanggaran UU, maka KY hendaknya mengusulkannya kepada MA dan Presiden, minta hakim yang bersangkutan diberhentikan."
Tapi kalau pemerintah kemudian mengeluarkan Perppu sebagai landasan hukum kocok ulang di kalangan hakim agung, berarti Presiden mendukung pemberhentian/kocok ulang hakim agung.
Djuhad berpendapat ia sebenarnya mendukung dilakukannya perbaikan di kalangan hakim agung. "Tapi caranya tidak begitu."
Ia mengaku merisaukan perkembangan yang kurang serasi antara KY dan MA itu, karena dikhawatirkan bisa menghambat reformasi hukum di Tanah Air. (*)
Copyright © ANTARA 2006